Sabtu, 07 Oktober 2017

SAMPAI KAU TERTIDUR

SAMPAI KAU TERTIDUR


Aku terbangun dengan perasaan yang tidak bisa ku jelaskan pagi hari ini, dan berharap bahwa semua itu hanya mimpi, ya hanya mimpi. Hanya sebuah mimpi.
Aku terus-menerus mengulang kalimat tersebut seperti kaset rusak.

“Ma ? Pa ?”

Hening,
Aku tidak pernah tahu bahwa rumah ku yang biasa ramai dengan kehangatan tawa canda abang dan kakak ku serta suara merengek adik ku jadi begitu hening, mama biasa memasak pagi hari untuk sarapan bersama, biasanya indra penciuman ku sudah akan langsung disuguhi oleh wangi masakan mama dan harum kopi papa.
Tidak ada siapa-siapa dirumah, apa mereka semua pergi ninggalin aku sendiri ?

"Kakak? Kak Lis..?"

"Abang Win? Bang..?"

"Dek.. Ade Doni..?"

"Mama..?"

"Papa..?"

Aku mencoba memanggil seluruh anggota keluarga ku namun tak jua ada jawaban dari mereka hanya hening yang menjawab setelah gema suaraku mengisi seisi rumah.
Kemana sih mereka?
Apa mereka sedang pergi?


***

“Nadia.. Nadia..”

Seseorang memanggil namaku.
Siapa pemilik suara itu?
Rasanya begitu jauh, aahh tidak begitu jauh lagi, kamu siapa?
Kenapa wajah kamu begitu samar?
Kamu bicara apa?
Kenapa suara kamu terdengar begitu khawatir?

ARrrgghh...
Kepalaku sakit sekali.
Tolong, kepalaku sangat sakit.
Aku mencoba menggapai wajah orang tersebut, namun belum sempat ku gerakkan tanganku, kegelapan mulai menguasai penglihatanku.


                                                ***

“Nadia!”

Senyum riang Ayu menyapa di pagi hari yang dingin, dinding sekolah ikut dingin lantaran hujan yang tidak berhenti dari subuh.

“Lagi mikirin apa sih? Serius banget, udah selesai bikin tugas belom?

Aku tersenyum mengerti maksud dari pertanyaan Ayu, aku pun mengambil buku tugas sejarah dari tas dan menyerahkannya ke Ayu, Ayu tersenyum riang.
Dengan segera dia mengambil buku tugas tersebut dari tanganku.
Aku mulai mengedarkan pandanganku dan melihat langit-langit, papan tulis, wajah-wajah yang ku kenal ada dijarak pandangku.
Mereka teman-teman sekolahku.
Saat ini aku sedang disekolah?
Mungkin jam istirahat, karena hanya ada segelintir teman-teman yang sedang asik mengobrol satu sama lain, ada juga yang sedang makan roti, dan ada yang sedang berkelakar didepan papan tulis menirukan guru killer Sejarah saat memberikan tugas, diikuti dengan gelak tawa teman dibelakangnya.

“Nanti gue traktir baso pak gondrong”

Suara riang Ayu membuatku kembali memandang wajah cantik disebelahku yang kini sedang menyalin tugas dari buku yang kupinjamkan.
Aku menganggukkan kepalaku pelan mengisyaratkan menyetujui tawarannya tersebut dan aku mulai merebahkan kepalaku diatas meja tulis yang dingin dan mulai meringis kesakitan karena aku mulai merasakan sakit yang tidak bisa ku jelaskan dikepalaku. Anemia ku kambuh lagi? Bukan, bukan, ini lebih sakit dari anemia.
Kenapa rasanya sangat sakit sekali.?

***

“Sayang, bangun yuk, nanti kamu terlambat kesekolah lho”

Aku terbangun dari tidur dengan keringat yang membasahi hanpir seluruh baju tidurku.
Aku melirik jam disamping tempat tidur menunjukkan angka 05.30

“SAYAAANG.. ayo turun nak..”

Itu suara mama memanggil dengan suara keras namun terdengar lembut di telingaku.

“Ma, jangan keras-keras dong manggilnya.”

Itu suara abang Winner sedang menggerutu mendengar suara keras mama memanggilku, biasanya abang selalu bicara agak kasar dan ketus sama mama tapi mama malah senyum-senyum saja dan malah meledek abang menanggapi gerutu dan keketusan abang, karena mama tahu anak sulungnya itu berhati lembut dan sangat sayang kepada keluarga.
Pernah suatu waktu mama tidak angkat telephone abang yang baru saja bekerja di perusahaan tambang karena tertidur di ruang tamu lelah menunggu kami pulang dari supermarket dekat rumah, abang langsung bergegas pulang dari kantor padahal itu masih pukul 15.00 dan mendapati mama tertidur disofa dengan satu tangannya menjulur jatuh disampingnya, abang mulai panik ketika mama tidak juga bangun setelah dipanggil, abang pun mulai mengguncang-guncang tubuh mama sambil menangis karena khawatir mama pingsan dirumah sendiri bahkan abang mengira mama sudah tiada.
Hampir saja abang menelepon ambulance jika mama tidak bangun dan memanggil nama abang. 
Mama memang agak sulit dibangunkan apabila sudah tertidur pulas.
Aku, kak Lis, ade dan papa ikut tertawa mendengar cerita mama, yang pada hari itu kami memang sedang diajak papa ke supermarket dekat rumah untuk sekedar jajan dan beli cemilan untuk dirumah.
Mama selalu mengulang cerita tersebut jika abang mulai ketus yang hanya bisa dibalas abang dengan memonyongkan bibirnya.

“Masak apa ma?”

Itu suara cempreng ka Lisa, walau makan dengan porsi paling banyak dirumah dan selalu makan cemilan terutama cake buatan mama tapi badannya gak pernah gemuk, kadang aku iri sama kelebihannya yang satu itu.

“Mamaaa, adek mau bekalnya dikasih brokoli.”

Adik ku yang paling kecil, Doni mulai merengek kalau sudah menginginkan sesuatu.

“Emang adek tahu brokoli itu kayak apa?”

Kak Lisa bertanya dengan nada meledek, senang menjahili adik bungsu laki-laki paling manja dan mudah percaya dengan cerita kak Lisa.
Pasti mau bikin cerita yang aneh-aneh deh ini si kakak.

“Kata Ridwan, dia bisa rangking satu karena mama nya masakin brokoli. Adek mau makan brokoli biar rangking satu kayak Ridwan.”

Jawabnya riang nan polos ala anak kecil namun penuh ambisi dilontarkan oleh Doni. membuat seluruh ruangan tersebut dipenuhi gelak tawa. Papa pernah menjanjikan jika Doni bisa rangking satu dikelasnya maka papa akan membelikan sepeda baru beserta satu mainan robot Gundam.

Kak Lisa ikut tertawa mendengar jawaban polos adik laki-lakinya yang masih duduk dikelas 5 SD Nusa Bangsa, kecuali Doni yang bingung dengan alasan kenapa semuanya tertawa setelah mendengar jawabannya namun karena gelak tawa tersebut berlangsung cukup lama, detik berikutnya Doni ikut tertawa renyah.

“Anak papa sudah besar ternyata.”

Suara berat papa yang bijaksana terdengar ditengah gelak tawa memuji anak bungsunya, kemudian papa menepuk lembut kepala Doni membuat Doni semakin bangga akan dirinya sendiri dan melupakan kebingungannya.
Kebiasaan papa di meja makan sebelum semua anaknya berkumpul yaitu membaca Koran pagi, melihat fluktuasi mata uang dan saham sedikit melirik sedikit tentang berita terkini keadaan masyarakat dan apabila semua anaknya sudah berkumpul dimeja makan papa akan melipat Koran tersebut dan memulai sarapan pagi dengan berdo’a bersama, setelah berdo'a ditengah sarapan papa akan bertanya tentang kegiatan masing-masing anaknya, bahkan mama juga ditanya kesehariannya.

“Lho, kakak kok berdiri aja disitu? Sini sarapan.”

Suara lembut Mama menyapaku yang hanya berdiri menatap mereka.
Papa, Abang, Kakak dan Adik langsung melihat kearahku diiringi dengan senyum cerah mereka.
Ada gelitik rindu saat melihat mereka tersenyum, menelisik masuk kedalam palung hatiku.
Ah iya, kenapa aku malah berdiri saja disini?
Sejak kapan sudah berdiri disini?
Bukannya aku masih dikamar tidur tadi?
Kenapa kalian jadi berbayang dan menjauh?
Pertanyaan demi pertanyaan bertubi-tubi menyerbu masuk kedalam fikiranku, namun tak jua mendapatkan jawaban dari mereka.
Mereka hanya tersenyum melihat kearahku, aku mulai menggerakkan tanganku berusaha untuk menggapai mereka namun bayangan tersebut semakin menjauh.

“Ma.. Pa.. ?”

Lho suara ku tidak keluar?

"Abang.. Kakak.. ?"

"Dek.. Adek Doni...?"

Aaahhh kepalaku mulai sakit lagi, apa anemia ku kambuh lagi?

***

“Nadia.. Nadia..”

Siapa?
Siapa yang memanggil nama ku?
Kenapa suaranya sesedih itu?
Sedih?  
Kenapa sedih?

***

“Nadiaaa.. nih baso nya?”

Seseorang menyodorkan semangkuk penuh baso kearahku yang wangi khasnya langsung memenuhi indra penciumanku.

Baso?
Hooo.. ini Ayu teman sekelas ku, dia bilang mau traktir aku tadi.

“Ayo dong dimakan, jangan bengong aja.”

Aku melemparkan senyum ramah ke Ayu dan mulai memakan baso pak gondrong yang terkenal enak seantero kantin sekolah.

“Eh Nad, gimana  kalau besok kita belajarnya di rumah kamu aja? Sekalian bisa ketemu sama abang kamu yang kece itu lho, terus nanti….”

Ayu mulai membuka obrolan dan dengan riang serta sangat bersemangat terdengar sekali di nada suaranya dia sangat ingin belajar di rumahku karena Ayu memang naksir abang sejak pertama kali datang kerumah karena kelompok belajar. 
Duh, kepala aku sakit lagi, kamu ngomong apalagi sih Yu? Terus nanti ? apalagi kelanjutannya?
Kepalaku sangat sakit.

***
“Nadia…”

Ahhh suara itu lagi..
 Kamu siapa sih?
 Kamu yang selalu memanggil nama ku dengan kekhawatiran.?

Aku mulai membuka mataku perlahan, karena rasanya berat sekali untuk membuka kelopak mata ini serta rasa nyeri yang kurasakan begitu nyata dan bertambah parah.
Pertama kali yang kulihat saat ini adalah langit-langit berwarna putih.

“Nadia?”

Seorang pria yang tidak kukenal memandang kearahku dengan tatapan khawatir, dari suaranya yang bergetar ku dengar ada perasaan lega disana.

“.... Ka .. mu ... siapa?”

Aku bisa mengeluarkan suara?
Apa pria itu dengar?
Sepertinya suaraku sangat pelan.
Aku haus.
Pria itu perlahan melepaskan genggaman tangannya dari tanganku, sedangkan aku sama sekali tidak bisa merasakan badanku, bahkan aku tidak dapat merasakan betapa kencangnya genggaman tangan lelaki tersebut.
Terakhir yang kuingat beberapa orang berpakaian berwarna putih-putih datang dan menghampiriku dengan tergesa.
Pandanganku mulai tidak fokus sebelum akhirnya jatuh kedalam kegelapan yang panjang.

***

“Hai, kamu Nadia kelas IPS 3 kan?”

Siapa?
Suaranya terdengar tidak asing ditelinga, 
lagi-lagi perasaan rindu menyusup masuk kedalam hatiku saat aku mendengar suaranya.

“Radith, IPA 1”

Tangannya yang menjabat tanganku begitu hangat, tunggu, dia berkeringat? Padahal wajahnya terlihat begitu tenang, namun ada setetes keringat meluncur turun dari keningnya.
Kupandangi langit hari itu.
Apakah cuaca begitu panas?
Yang ku lihat saat itu matahari sedang menutup dirinya dibalik awan kelabu, angin dingin menyapa pipiku dengan lembut sampai aku menutup mataku karena rasa sejuknya membuat badanku sangat rileks.
Kupandangi lagi wajah laki-laki ini yang mengaku bernama Radith.
Lagi-lagi ada tetesan air jatuh dari keningnya.
Apakah hujan mulai membasahi bumi?
Aku mencoba merasakan air hujan dengan sebelah tanganku yang bebas namun tak jua kurasakan rintik hujan.
Laki-laki itu tersenyum makin lebar sambil memperlihatkan giginya yang putih dengan taring gingsulnya, tatapan matanya yang tajam lurus memandang mataku membuat ku tidak nyaman.
Sebuah sinyal tanda bahaya tak kasat mata pun berdering dikepalaku.
Membuatku bergidik ngeri namun tak bisa ku pergi dari tempatku bahkan tak bisa kulepas genggaman tangannya.

***

Breaking news
“Terjadi pembunuhan sadis yang menewaskan satu keluarga.
di kompleks xxx di jalan setia budi,
satu-satunya korban selamat masih tidak sadarkan diri
dan dirawat sebagai satu-satunya saksi mata dalam peristiwa
naas tersebut,
sampai saat ini pelaku kejahatan belum diketahui keberadaannya serta motif kejahatannya.
Karena sampai berita ini diturunkan polisi tidak menemukan barang curian yang diambil oleh pelaku serta belum ditemukannya jejak pelaku pada kamera cctv yang terpasang dirumah tersebut.
Polisi menghimbau untuk warga sekitar tetap waspada dan segera melapor jika ada aktivitas yang mencurigakan..." 

Berita selanjutnya  .................”



FIN