Sabtu, 24 Desember 2011

STORY ABOUT LOVE_MY LITTLE FAIRY


STORY ABOUT LOVE
Prolog

            Di dunia ini banyak sekali kisah cinta, ada yang happy ending, ada yang sad ending, ada juga yang konyol ending, walaupun begitu, kisah tentang cinta tidak pernah habis untuk diceritakan, karena.. mm.. mungkin kalian yang saat ini sedang jatuh cinta, kalian yang sedang menangisi rasa sakit karena cinta, kalian yang membenci cinta itu sendiri. Mengetahui apa itu cerita tentang cinta..

Dan ini salah satu dari story about love itself...

MY LITTLE FAIRY :

Pagi itu Raine merasa bingung dengan dirinya sendiri, karena kesal yang melandanya tanpa ampun datang begitu saja mengetuk harinya yang biasa ceria, dia tak habis-habisnya mengomeli sepatunya yang lupa dia ikat dan hampir membuatnya jatuh di tangga sekolah menuju kelasnya dilantai 3, tasnya yang ternyata lupa dia tutup dan membuat buku-buku pelajarannya serta semua yang ada didalam tasnya terlihat dan berantakan jatuh kelantai saat dirinya sedang membetulkan tali sepatunya, bunyi bel tanda pelajaran pertama sudah akan dimulai berdentang menimbulkan suara gaduh di seluruh sudut sekolah. Namun, dia masih saja sibuk membereskan barang-barangnya, dan dompetnya yang ternyata hilang, entah lupa dia bawa atau memang di copet saat diangkot, alhasil Reine mengomel sepanjang perjalanan menuju kelasnya.

“Re! Lagi dapet ya?”

Bagus, teman sekelasnya dikelas 1 menahan senyum saat dilihatnya sosok temannya terus saja mengomel dengan bahasa tidak jelas, Raine memandang sengit kearah cowok itu, Bagus langsung memasang wajah innocent nya, dan tanpa menjawab pertanyaan Bagus, Raine langsung meneruskan perjalanannya menuju kelas, Bagus menatap kepergian Reine yang masih besungut-sungut sampai kedalam kelasnya Raine itu sendiri yang berada tepat disamping kelasnya.

Pukul 10.15

Raine berlalu dari kelasnya begitu mendengar bunyi bel tanda istirahat berdering, tapi dia tidak tahu mau kemana, ke kantin dia masih merasa kenyang, uangnya juga cuma pas buat ongkos pulang, baca buku di kelas bosen, maka diputuskannya untuk jalan memutari gedung sekolahnya, diperjalanannya Raine melihat perpustakaan sekolah, tanpa fikir panjang kakinya langsung memasuki perpustakaan sekolahnya tanpa tahu mau baca buku apa, saat duduk ditempat duduk yang memang sudah disediakan disana Raine melihat sebuah buku tergeletak begitu saja di mejanya dan terbuka, didalam buku tersebut terdapat gambar yang begitu indah seorang peri di tengah hutan rimbun, sinar matahari bagitu ingin menerangi tubuh mungil yang tampak rapuh namun dihalang-halangi oleh rimbunnya daun hutan, membuat sang peri tampak misterius, tidak ada senyum diwajah sang peri, matanya tertutup memandang langit yang berwarna hijau rimbun, kedua tangannya memeluk kedua kakinya dia sengaja duduk di batu paling besar ditengah-tengah sungai jernih yang menampakkan lekuk tubuh mungilnya dan isi hutan tersebut.
Raine membuka lembar berikutnya, merasa tertarik dengan buku yang hanya berisi gambar-gambar indah tanpa ada kata-kata,  kali ini dia melihat peri itu sedang berdiri di tengah-tengah batu sungai yang besar itu, cahaya matahari menyorot sosoknya yang mungil, sang peri memandang kearah sungai tersebut yang memantulkan bayangan dirinya dan pohon-pohon hutan, Raine jadi penasaran dengan apa yang peri itu fikirkan, mungkin dia sedang mengagumi kecantikan yang dia punya, mungkin mengagumi betapa dalamnya sungai tersebut, atau..

“Dia penasaran sama makhluk lain di danau itu.”

Deg, Raine langsung menoleh kearah sumber suara, betapa terkejutnya dia saat melihat sosok wajah cantik berdiri tepat didepannya, tanpa tahu kapan dan sudah berapa lama orang itu berada disana, dia memandang Raine dengan tatapan lurus yang menusuk relung hatinya, membuat Raine tak bisa lepas memandang sosok didepannya seperti terhipnotis oleh kecantikan yang dia punya.

“Da.. dari mana lo tau ?”

Sosok cantik itu menghela nafas berat, mengambil buku yang masih ada di meja tempat Raine duduk.

“Karena ini buku gue.”

Jawabnya lalu meninggalkan perpustakaan, Raine merasa kehilangan saat buku tersebut dibawa pergi oleh sosok cantik itu, Raine tidak bisa melepaskan pandangannya dari punggung sosok cantik tersebut, mata nya kemudian memandang ke arah kakinya yang panjang dan akhirnya Raine menyadari bahwa tadi dia sedang berbicara dengan seorang cowok, bukan cewek. Raine menghela nafas sesaat mengedarkan matanya ke sekeliling perpustaan yang kosong lalu iris matanya kembali menatap pintu perpustakaan dan cowok cantik itu masih berdiri di depan pintu, sambil tersenyum tanpa mempunyai arti khusus dia melambaikan tangannya yang sedang memegang buku yang tadi dikagumi oleh Raine.

“Sampai ketemu lagi Re.”

Lalu dia pun berlalu dari perpustakaan, meninggalkan Raine yang sebenarnya masih ingin memandang buku bergambar itu.

Pukul 11.00

Bel tanda istirahat telah berakhir berbunyi, Raine masih malas beranjak pergi dari tempatnya, dia pun menaruh kepalanya di meja perpustakaan yang dingin sambil mengehela nafas panjang.

“Fairy in the dark side”

Desahnya, lalu dia pun beranjak dari tempatnya duduk, memulai kembali perjalanannya menuju kelas bu Darwanti guru Bahasa Indonesia, wali kelasnya.

***

Dua hari berlalu sejak kejadian perpustakaan itu, Raine masih saja penasaran dengan gambar yang dilihatnya didalam buku milik cowok cantik yang entah siapa namanya, dan selama dua hari itu Raine tidak bisa memusatkan konsentrasinya dengan pelajaran, pekerjaan rumah yang biasanya dikerjakan dirumah malah dikerjakannya hari itu juga disekolah.

Pelajaran hari ini sangat membuat Raine bosan, dia masih juga mempertanyakan mengapa sampai kelas 3 SMU pelajaran PKN itu masih ada? Teman-temannya bahkan gurunya sendiripun tidak membuatnya merasa puas dengan jawaban seadanya yang mereka berikan, begitu fikirnya, Raine memandang kearah lapangan sekolah sambil menguap mendengar tugas-tugas yang diberikan oleh pak Sumitno kepada murid-muridnya, rasa kantuknya menghilang seketika saat matanya menemukan sosok cowok cantik di perpuskaan sekolah dua hari lalu sedang bermain futsal bersama sekelompok anak cowok lainnya.

Hari ini kelas 3-5 waktunya pelajaran olahraga, dan kelas itu adalah kelas Bagus teman sekelasnya dulu, ketua kelas yang paling nyeleneh menurutnya. Raine tersenyum-senyum sendiri di kelas yang kebanyakan muridnya pada autis sibuk di dunia mereka sendiri. Anak kelas sebelah, tapi, gak pernah ngeliat tampang secantik itu sebelumnya, cantik banget kayak cewek, fikir Raine.

***

Hari minggu yang cerah, Raine masih bergulat di tempat tidur, dilihatnya handphonenya sesaat untuk melihat jam berapa sekarang, dan dengan malas Raine meninggalkan tempat tidurnya menuju kamar mandi dan langsung menuju ruang makan, disana masih bisa dilihat ibunya yang sedang memasak didapur dan sosok tinggi tegap sang ayah tidak terlihat olehnya

“Ayah kemana bu ?”

Tanya Raine sambil memeluk ibunya dari belakang, si ibu tersenyum dan mencium pipi anaknya yang baru bangun dari tidurnya.

“Koq anak ibu bau sih ? Belum mandi Raine ?”
“hehehe..”

Raine menjauhkan tubuhnya dari ibunya dan duduk manis di bar dapur sambil memandang ibunya masak sayur asem kesukaan ayahnya, Raine mengolesi roti dengan selai stroberi dan memakannya, ibu menaruh segelas susu yang tidak lagi hangat didepan anaknya, Raine tersenyum memandang ibunya dan mengucapkan terima kasih, Raine kembali mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan di rumahnya yang terlihat asri dan sepi, mencari-cari sosok ayahnya.

“Ayah lagi ngejemput anak temannya.”

Ibu langsung memberitahu anaknya yang sedang kehilangan sosok ayahnya itu, Raine memandang ibunya, penasaran.

“Ngejemput anak temennya ayah ?”
“Iya, sementara ini mau tinggal disini, sampai kuliahnya selesai.”
“Ouuwwwhhh..”

Raine menghabiskan gigitan terakhir rotinya, lalu meminum susunya sampai sisa setengah gelas dengan sekali teguk.

“Anak temen ayah itu lebih tua dari aku 1 tahun ya bu ?”

Ibu memandang putri satu-satunya keluarga itu, matanya yang polos memancarkan rasa ingin tahu yang besar, sama seperti ayahnya, ibu tersenyum dan mengambil gelas susu yang tinggal setengah itu dari meja tempat putrinya duduk.

“Nanti juga kamu ketemu koq.” Suara klakson mobil terdengar memasuki rumah sederhana di daerah kebayoran baru tersebut, Raine langsung memandang siaga kearah jendela saat melihat mobil ayahnya memasuki halaman depan. “Tuh, ayah udah pulang.”

Raine pergi meninggalkan ibunya yang masih saja tersenyum memandang putrinya yang berlari kearah pintu rumah, membukakan pintu untuk ayahnya.

“Eh, anak ayah udah bangun.”

Ayah mengacak rambut anaknya dengan sayang saat didapati putrinya sudah membukakan pintu untuknya.

“Koq pergi gak bilang-bilang Raine? Raine kan juga mau ikut.”

Keluh Raine mengikuti langkah ayahnya masuk kedalam rumah menuju ibu yang sudah menyediakan minuman di ruang tamu, ayah memandang Raine mencoba meledek putrinya yang paling susah bangun pagi di hari libur.

“Coba ayah liat” kata ayah memeriksa wajah Raine yang cemberut manja padanya, “Tuh, masih ada ilernya, belum mandi kan ? Gimana mau ayah ajak, ayam aja kalah sama kamu kalo masalah tidur, hahahahaha.” Raine makin cemberut mendapat sindiran ayahnya.
“Biar belum mandi, tetep cantikkan Raine dari ayah.”
“Hahahaha”
“kehehehe”

Raine menyadari sesuatu yang seharusnya lebih cepat disadarinya sejak awal, ada sosok lain di belakang ayahnya, sosok elegan dan tampak feminim, tinggi, putih dan cantik. Raine memandang kagum kearah cewek itu dan menyenggol lengan ayahnya.

“Yah, ini bukan ibu tiri Raine kan?”

Cewek itu tersenyum geli mendengar pertanyaan Raine, ibu mencubit lengan ayahnya yang mau ikutan tertawa mendengar ucapan putrinya.

“Oia, Juni, ini putri om, Raine, Raine ini Juni, anak temen ayah, dia akan tinggal sementara disini sampe wisuda.”

Raine menjabat tangan Juni  yang lebih lembut dan halus dari kelihatannya, tercium wangi parfum yang dipakai Juni yang sangat manis, semanis senyum cewek itu, Raine merasakan sebuah dejavu saat itu, seperti pernah mencium wangi parfum yang sama seperti yang Juni pakai.

“Hai, panggil aja Juni, gak usah pake ‘kak’ ya Raine, hehe”

Raine tersenyum mendengar ucapan Juni yang ramah dan tampak bersahabat, sepertinya bakal seru nih, punya kakak cewek, batin Raine tertawa riang.

“Woi, bantuin dong, berat nih.”

Raizha abang Raine tertatih-tatih membawa koper yang ukurannya jauh lebih besar dari ukuran tubuhnya, Raine tertawa melihat abangnya sedang kesusahan.

“ Sok sih. Sini ku bantu.”

Ucap Raine, dan membantu abangnya menarik tangkai yang ada di depan koper tersebut.

“Begini abang ku. Tarik dah, gimana ? lebih enteng kan!”

Abangnya tertawa melas, menertawai kebodohan yang sudah dibuatnya, Raine yang melihat kejadian itu langsung menyenggol-nyenggol lengan abangnya.

“Grogi ya liat cewek cantik ?”

Raine langsung lari kedalam rumah sebelum kena semprot abangnya yang sudah mulai memandang galak kearah adiknya yang iseng.

“Yee..mandi dulu lo.! Bau tau.!”
“Tapi cantik. hahahaa”

Juni tertawa kecil melihat keakraban dan kehangatan dirumah itu, rasa kangen kepada keluarganya pun merasuk relung hatinya, tapi dia harus bisa menunjukkan kepada ibunya, bahwa dia sanggup belajar di Jakarta jauh dari orang tua dan hidup mandiri.

***

Senin pagi pukul 06.00

Raine keluar dari rumah dengan seragam putih abu-abu nya, hari ini upacara bendera yang pasti sangat membosankan, belum sampai gerbang pintu rumahnya di tutup rapat sebuah sepeda motor berhenti tepat di depannya, Raine memandang heran ke arah si pengendara motor, dan saat helm di buka.

“Hai Re.”

Bagus memperlihatkan gigi putihnya ke arah Raine, Raine masih menatap heran sekaligus aneh kepada cowok nyeleneh di depannya.

“Ngapain lo ?”
“Jemput lo ke sekolah.”

Juni menghampiri kedua pasangan berseragam di depan pagar rumah, pakaiannya seolah mengisyaratkan bahwa Juni sudah bersiap untuk jogging pagi.

“Hai, pagi.”
“Pagi”

Bagus terpesona melihat sosok cantik dan sexy di depannya, sampai dia turun dari motor sambil nyengir kearah Raine, Raine yang mengerti maksud Bagus langsung memperkenalkan mereka berdua, dan Juni langsung pamit untuk melanjutkan joggingnya.

“Tumben banget sih lo kesini ? Ada apaan neh?”
“Naek dulu, nanti gue cerita di jalan.”

Sepanjang perjalanan menuju sekolah, Bagus bercerita tentang temannya bernama Dewa, Dewa yang jutek sama cewek, Dewa yang ternyata perhatian, Dewa yang gak pernah mau deket sama cewek, Dewa yang dikhawatirkan ‘melambai’, Dewa yang kata anak-anak suka sama Bagus, anak-anak cowok dikelas suka manggil mereka homo, anak-anak cewek dikelas yang suka teriak-teriak manggil  mereka BBFnya kelas 3-5, dan semua tentang Dewa dan dirinya sendiri, Raine hanya  mendengarkan dengan senyum manis yang tidak pernah lepas dari bibirnya, sampai tiba pada sebuah pertanyaan yang sudah di tebak Raine dari awal.

“Cewek tadi siapa lo Re? Lo kan gak punya sodara cewek, cantik lagi, hhhhh”

Reine menaikkan sebelah alisnya, memandang kaca spion dan didapatinya wajah Bagus yang jelas sekali menunjukkan wajah orang yang sedang terpesona.

“Kenape lo ? Naksir ya ? Nanti gue salamin kalo dah sampe rumah”
“Hehehehe, thanks ya neng.”

Mereka diam sesaat selama separuh perjalanan menuju sekolah, dan ketika sampai di sekolah, Bagus memarkirkan motornya di tempat parkir yang sudah di sediakan pihak sekolah. Raine yang sejak tadi penasaran dengan cerita Bagus tentang temannya itu lalu bertanya kepada cowok itu.

“Tadi lo cerita tentang Dewa, trus apa hubungannya sama gue ?”

Bagus tersenyum sambil melepaskan helm dari kepalanya dan menaruh helm tersebut di motornya, seolah dia memang menunggu temannya yang manis ini bertanya padanya. Bagus memandang langit sejenak sebelum kembali menatap Raine yang masih terlihat penasaran dan menjawab pertanyaannya.

“Gue juga sama penasarannya sama lo. Udah beberapa hari ini Dewa suka nyari-nyari info tentang cewek kelas sebelah yang namanya Raine.” Bagus menatap Raine yang sekarang bingung dengan jawaban Bagus, sambil menunjuk dirinya sendiri Raine mengeluarkan kata ‘gue?’ tanpa bersuara. “Iya, lo Re.”

Reine berjalan menjauhi sepeda motor Bagus yang sudah terparkir nyaman di tempat parkir, Bagus mengikuti arah langkah kaki Reine dari belakang dan dia hampir saja menabrak Raine saat gadis itu tiba-tiba berhenti tanpa ada bunyi klakson tanda peringatan ataupun lampu sent kiri tp belok ke kanan.

“Kok bisa ? Emang dia kenal gue ?”

Raine memutar tubuhnya untuk memandang kearah Bagus yang jaraknya hanya 5 cm darinya, Bagus mundur satu langkah, jantungnya hampir copot melihat wajah gadis itu lebih dekat dari biasanya, kulit wajahnya terlihat sangat cantik dan halus.

“Ehem, gue gak tahu dah.”

Bagus menggaruk kepalanya yang tidak gatal, Raine kembali memutar tubuhnya dan melanjutkan langkahnya menuju kelas.

“Re, mungkin dia emang kenal sama lo, dimana gitu, inget gak lo ?”

Raine tidak menjawab, dia mencoba berfikir, mengingat-ingat apa dia pernah kenalan sama cowok yang bernama Dewa, tapi nama Dewa kan pasaran, Dewa anak 3-5, gak pernah denger namanya. Raine sibuk dengan fikirannya sendiri, tiba-tiba Bagus menarik lengan Raine dari belakang yang membuat segala pertanyaan-pertanyaan Raine yang belum bisa dijawabnya itu hilang sejenak dari kepalanya.

“Apaan sih ?”
“Lo mau kemana ? kelas lo tuh disini.”

Raine bengong melihat kelasnya yang hampir dia lewati, Bagus melepaskan genggaman tangannya dari lengan Raine, Raine nyengir ke arah Bagus.

“Hehehe..”
“Kebiasaan tahu gak sih lo, kalo ada yang difikirin tuh jangan lupa liat jalanan, Re.”

Raine kembali tersenyum kearah Bagus, dan memasuki kelasnya sendiri. “Thanks ya.” Ucap Raine sambil berlalu dari pandangan Bagus, Bagus masih memperhatikan gadis itu sampai ke mejanya dan masih juga diprhatikan olehnya gadis itu berbicara dengan teman-teman dikelasnya, sesekali tertawa dan Bagus ikut tersenyum melihatnya, disaat bersamaan sepasang mata sejak tadi memperhatikan mereka dari jarak 3 meter.

***

Keesokan hari nya
Jam istirahat pukul 10.20

Raine kembali duduk di bangku yang sama saat dia bertemu dengan cowok cantik bersama buku bergambar yang sangat indah, kali ini Raine membaca sebuah novel dongeng percintaan.

“Lo sering duduk disini?”

Suara berat dan renyah yang selalu diingatnya sejak beberapa hari lalu, menyapanya hari ini, kaget dan sedikit tak percaya melandanya begitu memandang wajah cantik didepannya itu kini duduk berhadapan dengannya, sedetik tadi Raine merasakan udara disekitarnya berhenti sejenak.

“Ada masalah?”

Tanya Raine sedikit jutek, mencoba mencari sedikit udara disekitarnya ketika mata cowok cantik itu menatapnya tajam menyelidik.

“Nggak ada sih.” Jawab cowok itu santai, memandang kesamping tempat duduk Raine yang kosong lalu memandang Raine lagi, sedangkan Raine masih mencoba menyibukkan dirinya untuk membaca buku ditangannya. Cowok itu tersenyum melihat gadis didepannya yang terlihat sekali salah tingkah dengan kehadirannya, tapi entah mengapa hal itu justru menyenangkan hatinya.

“Lo punya hubungan apa sama Bagus?”

Raine berhenti membaca, di pandanginya cowok cantik itu, mencoba mencari sesuatu, entah apa, yang dipandangi hanya tersenyum melihat ekspresi wajah Raine yang berhati-hati.

“Kenapa lo nanya Bagus? Lo kenal?”
“Peraturan nomor satu dalam percakapan. Dilarang menjawab pertanyaan dengan pertanyaan.”

Raine menggigit bibirnya, gerakan itu tak luput dari jangkauan tatapan cowok cantik itu, Raine merasa kalimat yang di ucapkan cowok itu adalah kalimatnya, tapi dia tidak ingat kapan, dimana dan dengan siapa dia mengucapkan kalimat tersebut. Raine berdeham, mencoba melancarkan tenggorokannya yang tercekat karena tidak bisa mengingat dengan jelas.

“Kita pernah sekelas, waktu kelas satu.”
“Cuma itu?”

Pertanyaan si cowok cantik itu menyinggung perasaan Raine, karena jelas sekali dia tidak percaya dengan jawaban yang diberikan Raine padanya.

“Maksud lo apa sih? Kenapa lo nanya hal itu ke gue.!”

Cowok cantik itu tersenyum senang mendengar nada suara Raine lebih tinggi.

“Sorry, gue cuma penasaran.”

Raine mendengus kesal, di tatapnya kembali novel yang tadi dibacanya, tapi dia tidak bisa berkonsentrasi membaca buku tersebut, ada sesuatu tentang cowok itu yang membuatnya sangat penasaran dan gelisah. Raine membanting bukunya ke meja, sehingga menimbulkan suara berdebam, petugas perpustakaan menengok kearah Raine duduk, Raine memandang kearah si penjaga perpustakaan dan meminta maaf tanpa suara, si penjaga perpustakaan menatap tajam kearah Raine memberi peringatan untuk tidak berisik kepadanya. Cowok cantik itu tertawa kecil melihat kejadian langka dari gadis manis didepannya, Raine membesarkan matanya yang sudah besar kepada cowok cantik itu, tanda ketidak sukaannya mendapat ejekan secara tidak langsung dari cowok cantik itu, yang dipandang berdeham sekali, mengetahui tindakannya yang menyinggung gadis manis didepannya itu.

“Kita belum kenalan,” Raine melengos mendengar perkataan cowok cantik itu padanya, seolah tidak perduli dengan nama si cowok walau hatinya sangat penasaran. Lama jeda yang diberikan si cowok cantik itu, membuat Raine melirik kearahnya, hanya untuk mendapati cowok itu tersenyum manis mencoba menahan tawa melihat ekspresi gadis manis didepannya yang berubah-ubah tiap menit. 
“Nama gue, Dewa.” 

Raine mematung mendengar nama si cowok cantik yang ada di depannya, lama dia terdiam, hanya memandang kosong kearah cowok itu, refleks Raine berdiri terburu-buru dari tempat duduknya dan meninggalkan ruang perpuskataan, diluar pintu perpustakaan tangan Raine ditarik hingga badannya memutar, memaksa matanya untuk mendongak menatap pupil mata cowok cantik itu, namun, fikirannya kosong, merasa bingung dengan dirinya sendiri, Raine hanya bisa memandang mata cowok cantik itu.

“Raine ?”

Raine menelan ludahnya mencoba membasahi tenggorokannya yang kering, saat mendengar suara Dewa yang seperti bisikan, nafas Dewa membelai lembut anak rambut di pelipis Raine.

“Sorry,”

Bibir Raine bergetar, hanya kata itu yang bisa dia katakan. Dewa yang menyadari getaran halus dari bibir Raine, segera melepaskan tangan Raine dari genggamamnya.

“Maaf”

Raine melihat penyesalan dimata Dewa, namun ada perasaan lain yang menyelimutinya kini, sesuatu yang sudah lama dilupakannya. Raine memutar tubuhnya dan berlalu dari pandangan Dewa yang kini menyembunyikan kepalan tangannya di kantong celana panjangnya, dia hanya bisa memandang kepergian Raine sampai sosoknya menghilang di tikungan menuju tangga naik lantai 3.

***

Sejak kejadian diperpuskaan itu, Raine sering mimpi buruk, dimimpinya dia melihat seorang gadis kecil yang begitu riang bermain rumah-rumahan dengan seorang anak cowok, tapi Raine tidak tahu siapa cowok itu, yang dia kenali hanya anak kecil yang memakai gaun pink itu adalah dirinya, karena dia pernah melihat wajah anak kecil itu di foto album keluarga, sampai kelas 1 SMP mereka masih bermain bersama dan sekolah disekolah yang sama, kelihatannya mereka begitu gembira bermain di mimpi Raine, tapi ada sesuatu yang menyesakkan dadanya, dan dia tidak ingin melihat hal tersebut, tidak ingin mengingat hal itu, maka Raine terbangun dari tidurnya, saat terbangun keringat dingin sudah membasahi kasurnya, nafasnya memburu seperti habis berlari, tenggorokannya terasa kering, dan dia butuh segelas air untuk membasahi tenggorokannya, maka diputuskannya untuk bangun dari tempat tidur menuju dapur, membuka kulkas dan meminum langsung dari botol air mineral 250ml.

“Tumben udah bangun dek ?”

Reizha abang Raine yang biasa bangun pagi menegur Raine yang masih minum.

“Emang, jam berapa sekarang?”
“Jam 5, fuuaahhh”

Reizha menguap dan menyambar air mineral yang adiknya pegang untuk diminumnya sendiri. Disela aktivitas minumnya Reizha melirik ke arah adiknya dengan pandangan menyelidik karena tidak ada ocehan dari bibir mungilnya dan dia masih saja berdiri ditempatnya dengan tatapan kosong.

“Nightmare?”

Raine menganggukkan kepalanya, Reizha mengacak rambut adiknya yang panjang. Raine tersenyum mendapat perhatian dari abangnya itu.

“Masuk jam berapa bang ?”
“Jam 8, tapi mau nganterin Juni ke kampusnya jam 06.30”

Raine tersenyum mendengar perkataan abangnya itu, keinginannya untuk menyindir abangnya ditahan olehnya, karena ibunya sudah menghampiri kedua anaknya yang berbicara dalam gelap, ibu menyalakan lampu dapur dan tersenyum melihat Raine yang sudah bangun.

“Anak ibu tumben bangun pagi.”

Kata ibu sambil mencium pipi anak gadisnya itu, Raine tersenyum, Reizha ikut mencium pipi ibunya yang masih terlihat cantik di usianya yang tidak muda lagi.

“Kamu mau kemana pagi-pagi udah bangun?”
“Mau nganterin Juni bu.”

Reizha menjitak kepala adiknya yang menjawab pertanyaan ibu untuknya itu, dan dibalas cubitan ringan di lengan abangnya oleh ibu, Raine memanyunkan bibirnya kearah abangnya, sebelum Raine mengejek abangnya, ibu langsung memberi komando yang tidak bisa dibantah oleh kedua anaknya itu, saat melihat kedua harta berharganya itu jalan menuju kamar masing-masing untuk mengambil keperluan untuk mandi, ibu tersenyum bahagia.

“Pada mandi sana.”

***

Raine kembali melamun di kursinya sampai kedua orang itu datang kekelasnya dan membuat ribut cewek-cewek dikelas.

“Pagi cantik...”

Raine memandang kearah Bagus yang sejak tadi tersenyum padanya penuh arti, dan seorang lagi, Dewa, yang merasa risih berada di keramaian, Raine melirik kiri-kanannya, banyak teman-temannya bukan hanya perempuan tapi yang cowok juga ikut-ikutan berbisik-bisik melihat kedua cowok itu berada di kelasnya. Setidaknya Raine sedikit mengerti kenapa Dewa merasa risih ada dikelasnya.

“Ada apa?” Tanya Raine galak, Bagus menelan ludah, Dewa tersenyum kecil.
“Lo aja yang bilang Wa.”

Bagus memandang melas kearah Dewa, Dewa tetap dengan gaya coolnya, Bagus mulai menarik-narik seragam Dewa.

“Apaan sih?” Dewa memukul tangan Bagus yang sejak tadi masih mencoba menarik-narik baju seragam Dewa, akhirnya Dewa mengalah dan maju kedepan menggantikan posisi Bagus.

“Best...” Bagus berdeham memberikan intrupsi kepada Dewa, Dewa melirik tidak suka kearah Bagus yang di balas dengan cengirannya. 

“..Maksud gue kesini, Bagus dan gue, kita berdua, mau kerumah lo hari ini, belajar kelompok.”

Raine memandang aneh kearah dua makhluk yang ada didepannya ini, Bagus terlihat sangat bersemangat sedangkan Dewa terlihat sangat terpaksa bicara seperti itu kepadanya. Raine memangku kepalanya dengan sebelah tangannya melihat keajaiban yang kedua orang didepannya buat sejak tadi.

“Kalian kayak anak kembar laen bapak, laen ibu dah.”

Celetukan Raine membuat orang-orang disekitarnya cekikikan, Raine tersenyum kecil melihat reaksi yang ditimbulkan oleh perkataannya terlebih ke kedua makhluk itu yang sekarang sedang lirik-lirikan tidak percaya dengan pendengaran mereka saat ini. Raine mengetik kata-kata di handphonenya dan mengirim pesan singkat.

Delevery sucssed

Bagus memeriksa handphonenya yang bergetar, tanda ada sms masuk, Bagus mengernyitkan keningnya membaca pengirim pesan singkat itu, tapi di bacanya juga.

x-lian be2 sumpah super aneh.!
dtg ajja, nnt lngsng ajja k’rmh.

20-12-2000
06:52:55
089910999999

Bagus tersenyum melihat handphonenya dan beralih memandang Raine dengan senyum yang sama, Raine membalas senyum tersebut dengan senyum yang sama juga.

“Oke kalau begitu, ayo balik Wa.”

Bagus merangkul leher temannya yang tampak bingung dengan perubahan sikap Bagus, tapi mengikuti langkah temannya itu untuk segera pergi dari kelas tersebut, Raine melambaikan tangannya mengiringi kepergian kedua makhluk ajaib yang membuat heboh kelasnya, setelah mereka berdua pergi meninggalkan kelasnya, sekarang giliran teman-temannya mengerumuni Raine untuk mencari tahu apa yang mereka bicarakan, kebanyakan dari mereka adalah teman-teman ceweknya yang tidak terlalu dekat dengannya.

“Mereka siapa lo Re ?” ini pertanyaan dari teman dekatnya Raine yang ingin tahu segala kehidupan pribadi Raine.

“Mereka kan BBFnya kelas 3-5” udah pasti ini pernyataan dari penggemar mereka atau lebih tepatnya tukang gosip yang selalu tahu gosip seantero sekolah.

“Kok bisa sih kenal sama lo?” nah, yang ini kebanyakan pertanyaan dari cewek-cewek yang ‘iri’ hehehhee..

“Iiihh.. gue serius iri sama lo Re, bisa kenal sama BBFnya kelas sebelah.” Kali ini Raine bengong mendengar salah satu teman cowok nya berkata dengan suara manja yang dibuat-buat dan ternyata ngefans juga sama kedua makhluk ajaib itu.

Bel tanda pelajaran dimulai berdering dan Bu Firda, guru pelajaran Biologi memasuki ruangan, menyelamatkan Raine dari kerumunan teman-temannya yang membuat dadanya sesak dengan serbuan pertanyaan tanpa memberi kesempatan Raine untuk menjawab pertanyaan mereka. Raine menyunggingkan senyum terima kasih kearah bu Firda.

“Oke ladies and gentleman, now open your homework last week.”

Raine  mengambil buku biologinya, bu Firda memang lebih suka memulai kelas dengan menggunakan bahasa Inggris dari pada bahasa Indonesia alasannya sederhana, bu Firda menginginkan anak muridnya terbiasa mendengar dan berbahasa Inggris dikelasnya, karena perdagangan global sudah dimulai dan kita harus bersiap-siap menguasai bahasa Inggris itu sendiri, sempet juga ditanya ‘kenapa ibu gak jadi guru bahasa Inggris aja?’ tapi yang ditanya hanya tersenyum tanpa menjawab pertanyaan tersebut.

***

Pukul 14.00

Raine memandang kedua makhluk ajaib yang kini berada didepannya sedang duduk di atas karpet gajebo halaman belakang rumahnya, Bagus berguling-guling sambil membaca buku bahasa Inggris, Dewa memeluk bantal sofa, menggigit ujung pensilnya mencoba memecahkan soal di buku bahasa Inggris seperti memecahkan rumus rumit Matematika, Dewa membolak-balik kamus yang disediakan Raine lalu kembali menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Raine menaruh minuman di depan mereka dan cookies.

“Udah selesai?”

Bagus dan Dewa memandang Raine bersamaan dengan ekspresi yang sama juga, seperti mengatakan 'tolong, guw gak paham' Raine tersenyum manis memandang ekspresi unik mereka yang hampir sama, Raine bersiap dan duduk didepan mereka memeriksa pekerjaan rumah itu dan memberi tahu jawaban dari soal tersebut.

30 menit kemudian.

Bagus merenggangkan tangannya yang terasa kaku, Dewa mulai sibuk membuat sketsa di pinggir kolam renang, sekarang di gajebo hanya ada Bagus dan Raine, Raine memperhatikan Dewa sesaat, tertarik dengan apa yang dikerjakan cowok cantik itu, tapi yang lebih membuatnya tertarik adalah kulit cowok itu yang bersinar putih seperti salju dan merah seperti darah, tertimpa sinar matahari membuatnya semakin menyerupai snow white. Raine kembali melihat Bagus yang kini sedang memakan cookies.

“Kalian berdua beneran pacaran ya?”

Bagus tersedak cookies mendengar pertanyaan tiba-tiba dari mulut mungil Raine, Raine memberikan segelas minuman untuk diminum Bagus dan menepuk-nepuk punggung cowok itu, merasa khawatir karena batuknya tidak juga berhenti.

“Da.. Uhuk.. dari mana lo.. ehem.. punya ide gila kayak gitu? Uhuk.. ehem..”

Raine duduk kembali keposisinya semula, mengambil cookies dan memandang Bagus serius.

“Kan lo sendiri yang bilang waktu itu.”

Bagus memandang Raine yang kini sedang memakan cookies, Bagus kembali minum sebelum menjawab pertanyaan Raine, tapi dia enggan menjawab pertanyaan gadis manis itu.

“Gu...”
“Hai..”

Juni datang menghampiri gajebo, duduk disana dan mengambil cookies, wajahnya berseri-seri memandang Raine yang merasa sedikit terganggu dengan kedatangan cewek cantik itu, Bagus terkesima memandang kecantikan cewek yang baru saja datang itu sampai dia lupa dengan pertanyaan Raine.

“Kalian lagi belajar ya?”

Raine menggelengkan kepalanya, Bagus sudah tidak sabar ingin menjawab pertanyaan Juni.

“Iya, tadi”

Raine bergidik ngeri mendengar suara Bagus yang sengaja dilembutkan saat mengatakan hal itu.

“Ouwh.. Cuma berdua aja nih?”
“Enggak kok, ada satu lagi tuh di sana.”

Raine menunjuk kearah Dewa yang sedang menggambar sketsa, tapi Raine tidak dapat melihat sosoknya lagi disana.

“Lho, tadi dia ada disana.” Raine menggigit jari telunjuknya.
“Nyari gue?”

Raine memandang wajah senyum Dewa yang kini berada didepan mereka. Raine jadi ikut tersenyum lega melihat wajah itu masih ada.

“Jun, kenalin ini Dewa. Dewa ini Juni.”

Kata Raine memperkenalkan mereka, Juni dan Dewa saling berjabat tangan dan melempar senyum sopan.

“Raine, gue kesana dulu deh ya.”
“Mau kemana Jun?”

Juni hanya tersenyum mendengar pertanyaan Bagus dan berlalu dari tempat mereka, sedangkan Bagus yang merasa kehilangan ditinggal gadis cantik itu bersenandung.

“Ya Tuhan. Terima kasih Engkau menciptakan makhluk seindah dan secantik itu. Subhanallah.”

Dewa masih memandang kepergian Juni dalam diam, Raine yang menyadari hal tersebut menyembunyikan perasaan sesak yang tiba-tiba menggelayut di relung hatinya.

***

31 Desember 2000
Pukul 17.30
Raine membuka pintu rumahnya dan kaget melihat Dewa ada di depan pintu rumahnya sedang tersenyum.

“Ngapain lo kesini?”
“Ngajak lo jalan.”

Raine merasa tidak percaya dengan pendengarannya saat ini, seorang Dewa mengajaknya jalan dimalam tahun baru. Sungguh sulit dipercaya, tapi dia ingat satu hal, hari Sabtu Minggu lalu dia dan teman-temannya pernah mengobrol tentang rencana malam tahun baru dikantin sekolah.

Flashback

”Rencana lo apa Re?”
“Gak tau, tapi pengen deh sekali-kali jalan-jalan. Enaknya yang punya pacar.”
“Makanya punya pacar Re.”
“Hehehehee..”

Raine kembali melihat Dewa yang masih tersenyum didepannya, Raine sibuk dengan fikirannya sendiri. Apa dia denger perkataannya? Apa dia tahu dari orang lain? Apa dia..

“Hoi.. mandi sana.!”

Raine kembali terseret ke dunia nyata saat mendengar suara Dewa yang memanggil namanya, dia kemudian mempersilahkan Dewa masuk walau bingung tapi dia langsung pergi kekamarnya untuk mandi dan berganti pakaian. Setelah selesai berbenah diri, dia melihat Dewa dan Juni sedang tertawa di ruang tamu, Raine melangkah ragu kearah mereka.

“Aa.. itu Raine.”

Juni berdiri dan menghampiri Raine, dan mendorong punggung Raine lembut untuk duduk disamping Dewa, Raine tersenyum kecil kearah Juni.

“Kalian mau jalan kemana?”

Belum sempat menjawab pertanyaan Juni, ibu menghampiri mereka dan menyuguhkan es jeruk di meja tamu, tersenyum lembut kepada putrinya yang sudah terlihat rapih siap berangkat pergi.

“Diminum dulu nak Dewa, berangkatnya nanti aja ya. Abis maghrib.”
“Iya tante.”

Dewa mengangguk tanda setuju dengan ucapan ibu, Raine masih tidak percaya dengan cowok yang sekarang ada disampingnya itu, Juni diam-diam menjauh dari ruang tamu, memberikan sedikit ruang untuk mereka berdua. Raine masih memandang aneh kearah Dewa.

“Kalo ada yang mau ditanya, bilang aja.”

Raine menggigit bibirnya, karena Dewa berhasil menebak apa yang sedang difikirkannya saat ini.

“Lo tuh kok aneh sih hari ini.?”

Dewa tersenyum senang, tebakannya kini tidak meleset, dipandanginya gadis disampingnya itu, matanya kini beradu dengan mata gadis yang selalu ingin tahu tentang berbagai hal.
“Lo kesini sebenernya mau ngajak Juni kan?”
Dewa masih memandangi bola mata coklat gelap yang kini memancarkan sinar kecewa dan menyelidik maksud dan tujuannya, walau dia mencoba menahan perasaannya saat ini dan berusaha sebisanya untuk bertindak biasa saja, tapi Dewa tahu apa yang sedang difikirkan oleh gadis tersebut, menurutnya gadis yang ada didepannya itu seperti buku yang terbuka hingga sangat mudah dibaca olehnya.
“Berangkat yuk.”
Dewa menarik tangan Raine untuk segera bangun dari tempat duduknya yang nyaman. Dewa berpamitan dengan ibu dan ayah Raine yang sedang bercanda sambil mencuci piring di dapur. Juga kepada Juni yang sedang berjalan menuju ruang keluarga sambil membaca majalah dan di mulutnya terdapat roti yang diolesi mentega seadanya.

Dewa membukakan pintu mobil untuk Raine, lalu menyalakan mobilnya menuju jalan raya. Sepanjang perjalanan entah menuju kemana, Raine terus saja memandang supir dadakan yang ditemuinya hari ini, merasa aneh dengan keadaan seperti ini. Mobil sport buatan tahun 1999 masih melaju di jalan raya Jakarta yang padat merayap dengan tenang.



***

Pukul 19.00
Monumen Nasional

Raine memandang puncak Monas yang bersinar keemasan, salah satu ciri khas Jakarta, kata orang kalau belum pernah ke Monas berarti belum ke Jakarta. Dewa menyerahkan sebungkus kacang rebus untuk cemilan mereka. Raine menerimanya sambil tertawa kecil.

“Kenapa?”

Raine yang mulai memakan kacang rebus itu, memandang Dewa lalu kembali melihat keindahan puncak Monas.

“Gak apa-apa. Cuma lucu aja.”
“Apanya yang lucu?”
“Mmmmm..” Raine menatap wajah Dewa yang penasaran, Raine pun kembali tersenyum kepada cowok cantik itu. “...Elo.! Hehehehheee..” Raine memakan kacang rebusnya lagi, Dewa mengernyitkan keningnya, masih belum mengerti dengan ucapan Raine.
“Maksud lo?”
Raine berhenti mengunyah kacang rebusnya, memandang Dewa dengan senyum lembut dan mencoba menelan kacang rebus yang sudah terlanjur dikunyahnya itu sebelum menjawab pertanyaan Dewa.

“Iya, sikap lo hari ini, dari dateng kerumah gue dengan senyum aneh, pamit sama ortu gue, bukain pintu mobil, beli kacang rebus, ngajak gue ke monas. Hahahhahah.. Lucu banget klo inget, lo itu gak biasa. Terlalu gak biasa.”

Dewa ikut tertawa kecil mendengar penjabaran Raine, melihat binar matanya yang ceria, mendengar tawanya dari dekat, segala hal tentang Raine hari ini akan terekam kuat di fikirannya. Dewa kembali ke mobilnya dan mengambil sesuatu di dasbor mobil.

“Nih.”

Dewa menyodorkan buku sketsanya, Raine menaruh kacang rebus yang ditangannya disamping tempat duduknya, diambilnya buku sketsa tersebut dan terkejut mengetahui bahwa buku sketsa tersebut yang pernah dilihatnya di perpustakaan waktu itu.
“Kenapa lo ngasih ini ke gue?”
Raine bertanya dengan sedikit penasaran dengan isi dari buku sketsa tersebut, maka dibukanya lembar demi lembar buku tersebut, dan terpesona memandang komposisi warna serta alur cerita tanpa satu pun kata didalamnya, namun lalu dia tertegun melihat gambar terakhir dari buku sketsa tersebut, peri itu kini lebih dapat dilihat dengan jelas wajah dan tiap ekspresi yang dihasilkan oleh tangan cowok cantik tersebut, ekspresi peri itu lebih lembut dengan bola matanya yang coklat gelap penuh rasa ingin tahu, senyumnya lembut dengan giginya yang putih, kulitnya cantik dan bersih, mahkota bunga matahari terbalut indah dikepalanya yang mungil, rambutnya yang hitam bergelombang dibiarkan bebas diterpa angin.
“Cantik.”
Dewa melebarkan senyumnya tanpa memalingkan matanya dari wajah Raine, Raine menatap Dewa untuk bertanya, namun, suara dan senyumnya langsung menghilang saat melihat wajah cowok itu. Wajahnya diterpa cahaya lampu malam itu, angin lembut perlahan menyapa rambut cowok itu yang sudah sedikit panjang.

“Cantik.”
“hmm?”

Dewa menaikkan sebelah alisnya. Raine langsung mengerjapkan matanya dan menunjuk-nunjukkan jarinya kearah gambar peri hutan tersebut.


“Cantik.!”

Kata Raine gugup. Dewa tertawa kecil melihat tingkah laku Raine hari ini yang juga tidak biasa.

“Iya cantik.”

Senyum Dewa membuat jantung Raine melompat-lompat senang, dan kalimat Dewa tersebut lebih untuk Raine malam ini. Dipandanginya lagi wajah gadis manis itu, yang kini kembali memfokuskan matanya kearah gambar peri itu lagi dan sekarang Raine merasa kaget dengan ekspresi sedih yang juga tersirat di mata peri tersebut.


“Wo..”
“Kenapa?”
“Ekspresinya berubah. Keren”

Dewa hanya tersenyum melihat ekspresi Raine.


“Kok bisa?”

Dewa menaikkan kedua pundaknya, Raine kembali memandangi gambar tersebut, merasa tidak yakin dengan suara yang berbisik dihatinya, dia kembali melihat halaman-halaman sebelumnya lalu kembali lagi kegambar terakhir, kemudian dia menggigit jari tangannya lalu menggelengkan kepalanya.


“Kenapa?”

Raine menatap Dewa yang tersenyum jenaka kearahnya, lalu kembali melihat gambar sang peri, dan kembali lagi menatap wajah Dewa.


“Lo gak ngegambar diri lo sendiri kan?”

Dewa tidak bisa menahan tawanya mendengar pertanyaan Raine, sedangkan Raine merasa bingung dengan tingkah Dewa.


“Hahaha.. bukan lah..” Dewa mengusap air mata yang keluar dari matanya.
“Kalau begitu, gak mungkin Juni kan.”


Dewa kembali tertawa mendengar pernyataan Raine kepadanya.

“Hoi, kok malah ketawa sih?”

Raine cemberut, Dewa mencoba menghentikan tawanya dan meminta maaf kepada gadis manis yang sedang merajuk manja.

“Lo gak pernah ngaca ya?”
“Apa?”

Rasa marah yang ingin Raine luapkan kepada Dewa tertahan karena kembang api pergantian tahun sudah terlihat dilangit kota malam ini. Mata Raine langsung menatap tiap kembang api yang bertebaran dimalam pergantian tahun.
“Huuwaa.. kembang api..”
Disekeliling mereka kini sudah banyak orang yang berkerubung untuk melihat kembang api pergantian tahun, Dewa ikut menatap langit malam yang cerah bertabur warna-warni kembang api berbagai variasi.
“Sejak kapan lo merhatiin gue?”
Dewa melirik gadis manis disampingnya yang masih memandang langit, namun tanpa senyum ceria, wajahnya berubah sendu, Dewa menghela nafas berat, pandangannya kembali menatap langit Jakarta.
“Sejak pindah sekolah, gue langsung ngenalin lo.”
Raine menatap Dewa berhati-hati, sekilas bayangan kisah masa lalu berkejaran diotaknya, tapi Raine tidak ingin mengingatnya. Dewa menarik nafas berat dan menghembuskannya perlahan, mereka terdiam.

***

Gadis kecil berpakaian pesta berwarna pink itu adalah Raine dan anak kecil yang memakai jas hitam itu Dewa anak teman kantor ayah yang sudah dekat dengan keluarga mereka, dan seorang lagi, gadis kecil yang lebih tua satu tahun memakai gaun berwarna ungu muda, mereka baru saja merayakan pesta ulang tahun Raine yang ke-7 lalu bermain dihalaman rumah, tampak riang dan sangat bahagia, tapi gadis kecil bergaun ungu lebih suka duduk dipangkuan ayahnya dan memamerkan pita barunya yang cantik bertengger dirambut kuncir duanya.
Sampai pada kelas 1 SMP
Hari terakhir ujian sekolah semester 1
Dewa memegang tangan Raine yang bergetar saat namanya dipanggil keruang kepala sekolah dan mengetahui ibunya berada dirumah sakit karena terjatuh di kamar mandi. Dewa menemani Raine sampai di rumah sakit dan terus menemani gadis itu sampai ayahnya datang, dan Dewa tidak sempat mengatakan kepada Raine bahwa dia akan ikut ibunya ke Jerman, sedangkan kakak perempuannya lebih memilih ikut ayahnya ke Bandung.

Raine tidak masuk sekolah selama beberapa hari kerena menemani ibunya dirumah sakit, dan saat kembali kesekolah dia mendapat kabar Dewa sudah pergi ke luar negeri dari teman-temannya tanpa berpamitan padanya, dan itu membuat syoknya bertambah, hingga dia tidak ingin mengingat hari itu sedikitpun.

***
“Maaf” Ucap Dewa
Raine menangis dalam diam, Dewa menggenggam tangan Raine erat seakan tidak ingin melepaskannya lagi seperti waktu dulu.

Di malam pergantian tahun itu hati mereka masing-masing membuat janji dan hanya mereka sendiri yang tahu, Raine menghapus air matanya, dan mnyunggingkan senyum manisnya kepada Dewa, membalas genggaman tangan Dewa dan berkata.
“Terima kasih”
Dewa tersenyum, malam ini dia dapat melihat senyum ‘little fairy’nya dari dekat lagi, Raine, Raine merebahkan kepalanya dipundak Dewa, bersama mereka menikmati malam pergantian tahun, kembang api, dan kacang rebus, juga kenangan masa lalu yang berkejaran diingatan mereka.

Jam ditangan Dewa berubah warna menjadi warna merah, menunjukkan waktu saat itu.
 Pukul 00.01
1 Januari 2001.

“Selamat datang.!”



-selesai-