STORY ABOUT LOVE
Prolog
Di dunia ini banyak sekali kisah cinta, ada yang happy ending, ada yang sad ending, ada juga yang konyol ending, walaupun begitu, kisah tentang cinta tidak pernah habis untuk diceritakan, karena.. mm.. mungkin kalian yang saat ini sedang jatuh cinta, kalian yang sedang menangisi rasa sakit karena cinta, kalian yang membenci cinta itu sendiri. Mengetahui apa itu cerita tentang cinta..
Dan
ini salah satu dari story about love itself...
MY LITTLE FAIRY :
Pagi itu Raine merasa
bingung dengan dirinya sendiri, karena kesal yang melandanya tanpa ampun datang
begitu saja mengetuk harinya yang biasa ceria, dia tak habis-habisnya mengomeli
sepatunya yang lupa dia ikat dan hampir membuatnya jatuh di tangga sekolah
menuju kelasnya dilantai 3, tasnya yang ternyata lupa dia tutup dan membuat
buku-buku pelajarannya serta semua yang ada didalam tasnya terlihat dan
berantakan jatuh kelantai saat dirinya sedang membetulkan tali sepatunya, bunyi
bel tanda pelajaran pertama sudah akan dimulai berdentang menimbulkan suara gaduh di seluruh sudut sekolah. Namun, dia masih saja sibuk
membereskan barang-barangnya, dan dompetnya yang ternyata hilang, entah lupa
dia bawa atau memang di copet saat diangkot, alhasil Reine mengomel sepanjang
perjalanan menuju kelasnya.
“Re! Lagi dapet ya?”
Bagus, teman sekelasnya
dikelas 1 menahan senyum saat dilihatnya sosok temannya terus saja mengomel dengan bahasa tidak jelas, Raine memandang sengit kearah cowok itu, Bagus langsung memasang
wajah innocent nya, dan tanpa menjawab pertanyaan Bagus, Raine langsung
meneruskan perjalanannya menuju kelas, Bagus menatap kepergian Reine yang masih
besungut-sungut sampai kedalam kelasnya Raine itu sendiri yang berada tepat
disamping kelasnya.
Pukul 10.15
Raine berlalu dari
kelasnya begitu mendengar bunyi bel tanda istirahat berdering, tapi dia tidak
tahu mau kemana, ke kantin dia masih merasa kenyang, uangnya juga cuma pas buat
ongkos pulang, baca buku di kelas bosen, maka diputuskannya untuk jalan memutari
gedung sekolahnya, diperjalanannya Raine melihat perpustakaan sekolah, tanpa
fikir panjang kakinya langsung memasuki perpustakaan sekolahnya tanpa tahu mau
baca buku apa, saat duduk ditempat duduk yang memang sudah disediakan disana
Raine melihat sebuah buku tergeletak begitu saja di mejanya dan terbuka,
didalam buku tersebut terdapat gambar yang begitu indah seorang peri di tengah
hutan rimbun, sinar matahari bagitu ingin menerangi tubuh mungil yang tampak
rapuh namun dihalang-halangi oleh rimbunnya daun hutan, membuat sang peri
tampak misterius, tidak ada senyum diwajah sang peri, matanya tertutup memandang
langit yang berwarna hijau rimbun, kedua tangannya memeluk kedua kakinya dia
sengaja duduk di batu paling besar ditengah-tengah sungai jernih yang
menampakkan lekuk tubuh mungilnya dan isi hutan tersebut.
Raine membuka lembar
berikutnya, merasa tertarik dengan buku yang hanya berisi gambar-gambar indah
tanpa ada kata-kata, kali ini dia
melihat peri itu sedang berdiri di tengah-tengah batu sungai yang besar itu,
cahaya matahari menyorot sosoknya yang mungil, sang peri memandang kearah
sungai tersebut yang memantulkan bayangan dirinya dan pohon-pohon hutan, Raine
jadi penasaran dengan apa yang peri itu fikirkan, mungkin dia sedang mengagumi
kecantikan yang dia punya, mungkin mengagumi betapa dalamnya sungai tersebut,
atau..
“Dia penasaran sama
makhluk lain di danau itu.”
Deg, Raine langsung
menoleh kearah sumber suara, betapa terkejutnya dia saat melihat sosok wajah
cantik berdiri tepat didepannya, tanpa tahu kapan dan sudah berapa lama orang
itu berada disana, dia memandang Raine dengan tatapan lurus yang menusuk relung
hatinya, membuat Raine tak bisa lepas memandang sosok didepannya seperti
terhipnotis oleh kecantikan yang dia punya.
“Da.. dari mana lo tau
?”
Sosok cantik itu
menghela nafas berat, mengambil buku yang masih ada di meja tempat Raine duduk.
“Karena ini buku gue.”
Jawabnya lalu
meninggalkan perpustakaan, Raine merasa kehilangan saat buku tersebut dibawa
pergi oleh sosok cantik itu, Raine tidak bisa melepaskan pandangannya dari punggung sosok
cantik tersebut, mata nya kemudian memandang ke arah kakinya yang panjang dan akhirnya Raine menyadari bahwa tadi dia sedang berbicara dengan
seorang cowok, bukan cewek. Raine menghela nafas sesaat mengedarkan matanya ke sekeliling perpustaan yang kosong lalu iris matanya kembali menatap
pintu perpustakaan dan cowok cantik itu masih berdiri di depan pintu, sambil
tersenyum tanpa mempunyai arti khusus dia melambaikan tangannya yang sedang
memegang buku yang tadi dikagumi oleh Raine.
“Sampai ketemu lagi
Re.”
Lalu dia pun berlalu dari perpustakaan, meninggalkan Raine yang sebenarnya masih ingin memandang buku bergambar itu.
Pukul 11.00
Bel tanda istirahat telah berakhir berbunyi, Raine masih malas beranjak pergi dari tempatnya, dia pun menaruh kepalanya di meja perpustakaan yang dingin sambil mengehela nafas panjang.
“Fairy in the dark side”
Desahnya, lalu dia pun beranjak dari tempatnya duduk, memulai kembali perjalanannya menuju kelas bu Darwanti guru Bahasa Indonesia, wali kelasnya.
***
Dua hari berlalu sejak kejadian perpustakaan itu, Raine masih saja penasaran dengan gambar yang dilihatnya didalam buku milik cowok cantik yang entah siapa namanya, dan selama dua hari itu Raine tidak bisa memusatkan konsentrasinya dengan pelajaran, pekerjaan rumah yang biasanya dikerjakan dirumah malah dikerjakannya hari itu juga disekolah.
Pelajaran hari ini sangat membuat Raine bosan, dia masih juga mempertanyakan mengapa sampai kelas 3 SMU pelajaran PKN itu masih ada? Teman-temannya bahkan gurunya sendiripun tidak membuatnya merasa puas dengan jawaban seadanya yang mereka berikan, begitu fikirnya, Raine memandang kearah lapangan sekolah sambil menguap mendengar tugas-tugas yang diberikan oleh pak Sumitno kepada murid-muridnya, rasa kantuknya menghilang seketika saat matanya menemukan sosok cowok cantik di perpuskaan sekolah dua hari lalu sedang bermain futsal bersama sekelompok anak cowok lainnya.
Hari ini kelas 3-5
waktunya pelajaran olahraga, dan kelas itu adalah kelas Bagus teman sekelasnya
dulu, ketua kelas yang paling nyeleneh
menurutnya. Raine tersenyum-senyum sendiri di kelas yang kebanyakan muridnya pada
autis sibuk di dunia mereka sendiri.
Anak kelas sebelah, tapi, gak pernah ngeliat
tampang secantik itu sebelumnya, cantik banget kayak cewek, fikir Raine.
***
Hari minggu yang cerah,
Raine masih bergulat di tempat tidur, dilihatnya handphonenya sesaat untuk
melihat jam berapa sekarang, dan dengan malas Raine meninggalkan tempat
tidurnya menuju kamar mandi dan langsung menuju ruang makan, disana masih bisa
dilihat ibunya yang sedang memasak didapur dan sosok tinggi tegap sang ayah
tidak terlihat olehnya
“Ayah kemana bu ?”
Tanya Raine sambil
memeluk ibunya dari belakang, si ibu tersenyum dan mencium pipi anaknya yang
baru bangun dari tidurnya.
“Koq anak ibu bau sih ?
Belum mandi Raine ?”
“hehehe..”
Raine menjauhkan
tubuhnya dari ibunya dan duduk manis di bar dapur sambil memandang ibunya masak
sayur asem kesukaan ayahnya, Raine mengolesi roti dengan selai stroberi dan
memakannya, ibu menaruh segelas susu yang tidak lagi hangat didepan anaknya,
Raine tersenyum memandang ibunya dan mengucapkan terima kasih, Raine kembali
mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan di rumahnya yang terlihat asri dan
sepi, mencari-cari sosok ayahnya.
“Ayah lagi ngejemput
anak temannya.”
Ibu langsung
memberitahu anaknya yang sedang kehilangan sosok ayahnya itu, Raine memandang ibunya,
penasaran.
“Ngejemput anak
temennya ayah ?”
“Iya, sementara ini mau
tinggal disini, sampai kuliahnya selesai.”
“Ouuwwwhhh..”
Raine menghabiskan
gigitan terakhir rotinya, lalu meminum susunya sampai sisa setengah gelas
dengan sekali teguk.
“Anak temen ayah itu
lebih tua dari aku 1 tahun ya bu ?”
Ibu memandang putri
satu-satunya keluarga itu, matanya yang polos memancarkan rasa ingin tahu yang
besar, sama seperti ayahnya, ibu tersenyum dan mengambil gelas susu yang
tinggal setengah itu dari meja tempat putrinya duduk.
“Nanti juga kamu ketemu
koq.” Suara klakson mobil terdengar memasuki rumah sederhana di daerah
kebayoran baru tersebut, Raine langsung memandang siaga kearah jendela saat
melihat mobil ayahnya memasuki halaman depan. “Tuh, ayah udah pulang.”
Raine pergi
meninggalkan ibunya yang masih saja tersenyum memandang putrinya yang berlari
kearah pintu rumah, membukakan pintu untuk ayahnya.
“Eh, anak ayah udah
bangun.”
Ayah mengacak rambut
anaknya dengan sayang saat didapati putrinya sudah membukakan pintu untuknya.
“Koq pergi gak
bilang-bilang Raine? Raine kan juga mau ikut.”
Keluh Raine mengikuti
langkah ayahnya masuk kedalam rumah menuju ibu yang sudah menyediakan minuman
di ruang tamu, ayah memandang Raine mencoba meledek putrinya yang paling susah
bangun pagi di hari libur.
“Coba ayah liat” kata
ayah memeriksa wajah Raine yang cemberut manja padanya, “Tuh, masih ada ilernya, belum mandi kan ? Gimana mau
ayah ajak, ayam aja kalah sama kamu kalo masalah tidur, hahahahaha.” Raine
makin cemberut mendapat sindiran ayahnya.
“Biar belum mandi,
tetep cantikkan Raine dari ayah.”
“Hahahaha”
“kehehehe”
Raine menyadari sesuatu
yang seharusnya lebih cepat disadarinya sejak awal, ada sosok lain di belakang
ayahnya, sosok elegan dan tampak feminim, tinggi, putih dan cantik. Raine
memandang kagum kearah cewek itu dan menyenggol lengan ayahnya.
“Yah, ini bukan ibu
tiri Raine kan?”
Cewek itu tersenyum
geli mendengar pertanyaan Raine, ibu mencubit lengan ayahnya yang mau ikutan
tertawa mendengar ucapan putrinya.
“Oia, Juni, ini putri
om, Raine, Raine ini Juni, anak temen ayah, dia akan tinggal sementara disini
sampe wisuda.”
Raine menjabat tangan
Juni yang lebih lembut dan halus dari
kelihatannya, tercium wangi parfum yang dipakai Juni yang sangat manis, semanis
senyum cewek itu, Raine merasakan sebuah dejavu saat itu, seperti pernah
mencium wangi parfum yang sama seperti yang Juni pakai.
“Hai, panggil aja Juni,
gak usah pake ‘kak’ ya Raine, hehe”
Raine tersenyum
mendengar ucapan Juni yang ramah dan tampak bersahabat, sepertinya bakal seru
nih, punya kakak cewek, batin Raine tertawa riang.
“Woi, bantuin dong,
berat nih.”
Raizha abang Raine
tertatih-tatih membawa koper yang ukurannya jauh lebih besar dari ukuran
tubuhnya, Raine tertawa melihat abangnya sedang kesusahan.
“ Sok sih. Sini ku
bantu.”
Ucap Raine, dan
membantu abangnya menarik tangkai yang ada di depan koper tersebut.
“Begini abang ku. Tarik
dah, gimana ? lebih enteng kan!”
Abangnya tertawa melas,
menertawai kebodohan yang sudah dibuatnya, Raine yang melihat kejadian itu
langsung menyenggol-nyenggol lengan
abangnya.
“Grogi ya liat cewek
cantik ?”
Raine langsung lari
kedalam rumah sebelum kena semprot
abangnya yang sudah mulai memandang galak kearah adiknya yang iseng.
“Yee..mandi dulu lo.!
Bau tau.!”
“Tapi cantik. hahahaa”
Juni tertawa kecil
melihat keakraban dan kehangatan dirumah itu, rasa kangen kepada keluarganya
pun merasuk relung hatinya, tapi dia harus bisa menunjukkan kepada ibunya,
bahwa dia sanggup belajar di Jakarta jauh dari orang tua dan hidup mandiri.
***
Senin pagi pukul 06.00
Raine keluar dari rumah
dengan seragam putih abu-abu nya, hari ini upacara bendera yang pasti sangat
membosankan, belum sampai gerbang pintu rumahnya di tutup rapat sebuah sepeda
motor berhenti tepat di depannya, Raine memandang heran ke arah si pengendara
motor, dan saat helm di buka.
“Hai Re.”
Bagus memperlihatkan
gigi putihnya ke arah Raine, Raine masih menatap heran sekaligus aneh kepada
cowok nyeleneh di depannya.
“Ngapain lo ?”
“Jemput lo ke sekolah.”
Juni menghampiri kedua
pasangan berseragam di depan pagar rumah, pakaiannya seolah mengisyaratkan
bahwa Juni sudah bersiap untuk jogging pagi.
“Hai, pagi.”
“Pagi”
Bagus terpesona melihat
sosok cantik dan sexy di depannya, sampai dia turun dari motor sambil nyengir
kearah Raine, Raine yang mengerti maksud Bagus langsung memperkenalkan mereka
berdua, dan Juni langsung pamit untuk melanjutkan joggingnya.
“Tumben banget sih lo
kesini ? Ada apaan neh?”
“Naek dulu, nanti gue
cerita di jalan.”
Sepanjang perjalanan
menuju sekolah, Bagus bercerita tentang temannya bernama Dewa, Dewa yang jutek
sama cewek, Dewa yang ternyata perhatian, Dewa yang gak pernah mau deket sama
cewek, Dewa yang dikhawatirkan ‘melambai’,
Dewa yang kata anak-anak suka sama Bagus, anak-anak cowok dikelas suka
manggil mereka homo, anak-anak cewek dikelas yang suka teriak-teriak
manggil mereka BBFnya kelas 3-5, dan
semua tentang Dewa dan dirinya sendiri, Raine hanya mendengarkan dengan senyum manis yang tidak
pernah lepas dari bibirnya, sampai tiba pada sebuah pertanyaan yang sudah di
tebak Raine dari awal.
“Cewek tadi siapa lo
Re? Lo kan gak punya sodara cewek, cantik lagi, hhhhh”
Reine menaikkan sebelah
alisnya, memandang kaca spion dan didapatinya wajah Bagus yang jelas sekali
menunjukkan wajah orang yang sedang terpesona.
“Kenape lo ? Naksir ya
? Nanti gue salamin kalo dah sampe rumah”
“Hehehehe, thanks ya
neng.”
Mereka diam sesaat
selama separuh perjalanan menuju sekolah, dan ketika sampai di sekolah, Bagus
memarkirkan motornya di tempat parkir yang sudah di sediakan pihak sekolah.
Raine yang sejak tadi penasaran dengan cerita Bagus tentang temannya itu lalu
bertanya kepada cowok itu.
“Tadi lo cerita tentang
Dewa, trus apa hubungannya sama gue
?”
Bagus tersenyum sambil
melepaskan helm dari kepalanya dan menaruh helm tersebut di motornya, seolah
dia memang menunggu temannya yang manis ini bertanya padanya. Bagus memandang
langit sejenak sebelum kembali menatap Raine yang masih terlihat penasaran dan
menjawab pertanyaannya.
“Gue juga sama
penasarannya sama lo. Udah beberapa hari ini Dewa suka nyari-nyari info tentang cewek kelas sebelah yang namanya Raine.”
Bagus menatap Raine yang sekarang bingung dengan jawaban Bagus, sambil menunjuk
dirinya sendiri Raine mengeluarkan kata ‘gue?’ tanpa bersuara. “Iya, lo Re.”
Reine berjalan menjauhi
sepeda motor Bagus yang sudah terparkir nyaman di tempat parkir, Bagus
mengikuti arah langkah kaki Reine dari belakang dan dia hampir saja menabrak
Raine saat gadis itu tiba-tiba berhenti tanpa ada bunyi klakson tanda peringatan ataupun lampu sent kiri tp belok ke kanan.
“Kok bisa ? Emang dia
kenal gue ?”
Raine memutar tubuhnya
untuk memandang kearah Bagus yang jaraknya hanya 5 cm darinya, Bagus mundur
satu langkah, jantungnya hampir copot melihat wajah gadis itu lebih dekat dari
biasanya, kulit wajahnya terlihat sangat cantik dan halus.
“Ehem, gue gak tahu
dah.”
Bagus menggaruk
kepalanya yang tidak gatal, Raine kembali memutar tubuhnya dan melanjutkan
langkahnya menuju kelas.
“Re, mungkin dia emang
kenal sama lo, dimana gitu, inget gak lo ?”
Raine tidak menjawab,
dia mencoba berfikir, mengingat-ingat apa dia pernah kenalan sama cowok yang
bernama Dewa, tapi nama Dewa kan pasaran, Dewa anak 3-5, gak pernah denger
namanya. Raine sibuk dengan fikirannya sendiri, tiba-tiba Bagus menarik lengan
Raine dari belakang yang membuat segala pertanyaan-pertanyaan Raine yang belum
bisa dijawabnya itu hilang sejenak dari kepalanya.
“Apaan sih ?”
“Lo mau kemana ? kelas
lo tuh disini.”
Raine bengong melihat
kelasnya yang hampir dia lewati, Bagus melepaskan genggaman tangannya dari
lengan Raine, Raine nyengir ke arah
Bagus.
“Hehehe..”
“Kebiasaan tahu gak sih
lo, kalo ada yang difikirin tuh jangan lupa liat jalanan, Re.”
Raine kembali tersenyum
kearah Bagus, dan memasuki kelasnya sendiri. “Thanks ya.” Ucap Raine sambil
berlalu dari pandangan Bagus, Bagus masih memperhatikan gadis itu sampai ke
mejanya dan masih juga diprhatikan olehnya gadis itu berbicara dengan
teman-teman dikelasnya, sesekali tertawa dan Bagus ikut tersenyum melihatnya,
disaat bersamaan sepasang mata sejak tadi memperhatikan mereka dari jarak 3
meter.
***
Keesokan hari nya
Jam istirahat pukul
10.20
Raine kembali duduk di
bangku yang sama saat dia bertemu dengan cowok cantik bersama buku bergambar
yang sangat indah, kali ini Raine membaca sebuah novel dongeng percintaan.
“Lo sering duduk
disini?”
Suara berat dan renyah
yang selalu diingatnya sejak beberapa hari lalu, menyapanya hari ini, kaget dan
sedikit tak percaya melandanya begitu memandang wajah cantik didepannya itu
kini duduk berhadapan dengannya, sedetik tadi Raine merasakan udara
disekitarnya berhenti sejenak.
“Ada masalah?”
Tanya Raine sedikit
jutek, mencoba mencari sedikit udara disekitarnya ketika mata cowok cantik itu
menatapnya tajam menyelidik.
“Nggak ada sih.” Jawab
cowok itu santai, memandang kesamping tempat duduk Raine yang kosong lalu memandang Raine lagi, sedangkan
Raine masih mencoba menyibukkan dirinya untuk membaca buku ditangannya. Cowok
itu tersenyum melihat gadis didepannya yang terlihat sekali salah tingkah dengan kehadirannya,
tapi entah mengapa hal itu justru menyenangkan hatinya.
“Lo punya hubungan apa
sama Bagus?”
Raine berhenti membaca,
di pandanginya cowok cantik itu, mencoba mencari sesuatu, entah apa, yang
dipandangi hanya tersenyum melihat ekspresi wajah Raine yang berhati-hati.
“Kenapa lo nanya Bagus?
Lo kenal?”
“Peraturan nomor satu
dalam percakapan. Dilarang menjawab pertanyaan dengan pertanyaan.”
Raine menggigit
bibirnya, gerakan itu tak luput dari jangkauan tatapan cowok cantik itu, Raine
merasa kalimat yang di ucapkan cowok itu adalah kalimatnya, tapi dia tidak
ingat kapan, dimana dan dengan siapa dia mengucapkan kalimat tersebut. Raine
berdeham, mencoba melancarkan tenggorokannya yang tercekat karena tidak bisa
mengingat dengan jelas.
“Kita pernah sekelas,
waktu kelas satu.”
“Cuma itu?”
Pertanyaan si cowok
cantik itu menyinggung perasaan Raine, karena jelas sekali dia tidak percaya
dengan jawaban yang diberikan Raine padanya.
“Maksud lo apa sih?
Kenapa lo nanya hal itu ke gue.!”
Cowok cantik itu
tersenyum senang mendengar nada suara Raine lebih tinggi.
“Sorry, gue cuma
penasaran.”
Raine mendengus kesal,
di tatapnya kembali novel yang tadi dibacanya, tapi dia tidak bisa
berkonsentrasi membaca buku tersebut, ada sesuatu tentang cowok itu yang
membuatnya sangat penasaran dan gelisah. Raine membanting bukunya ke meja, sehingga
menimbulkan suara berdebam, petugas perpustakaan menengok kearah Raine duduk,
Raine memandang kearah si penjaga perpustakaan dan meminta maaf tanpa suara, si
penjaga perpustakaan menatap tajam kearah Raine memberi peringatan untuk tidak berisik kepadanya. Cowok cantik itu tertawa kecil melihat kejadian langka dari
gadis manis didepannya, Raine membesarkan matanya yang sudah besar kepada cowok
cantik itu, tanda ketidak sukaannya mendapat ejekan secara tidak langsung dari
cowok cantik itu, yang dipandang berdeham sekali, mengetahui tindakannya yang
menyinggung gadis manis didepannya itu.
“Kita belum kenalan,”
Raine melengos mendengar perkataan cowok cantik itu padanya, seolah tidak
perduli dengan nama si cowok walau hatinya sangat penasaran. Lama jeda yang
diberikan si cowok cantik itu, membuat Raine melirik kearahnya, hanya untuk
mendapati cowok itu tersenyum manis mencoba menahan tawa melihat ekspresi gadis
manis didepannya yang berubah-ubah tiap menit.
Raine mematung mendengar nama si cowok cantik yang ada di depannya, lama dia terdiam, hanya memandang kosong kearah cowok itu, refleks Raine berdiri terburu-buru dari tempat duduknya dan meninggalkan ruang perpuskataan, diluar pintu perpustakaan tangan Raine ditarik hingga badannya memutar, memaksa matanya untuk mendongak menatap pupil mata cowok cantik itu, namun, fikirannya kosong, merasa bingung dengan dirinya sendiri, Raine hanya bisa memandang mata cowok cantik itu.
“Nama gue, Dewa.”
Raine mematung mendengar nama si cowok cantik yang ada di depannya, lama dia terdiam, hanya memandang kosong kearah cowok itu, refleks Raine berdiri terburu-buru dari tempat duduknya dan meninggalkan ruang perpuskataan, diluar pintu perpustakaan tangan Raine ditarik hingga badannya memutar, memaksa matanya untuk mendongak menatap pupil mata cowok cantik itu, namun, fikirannya kosong, merasa bingung dengan dirinya sendiri, Raine hanya bisa memandang mata cowok cantik itu.
“Raine ?”
Raine menelan ludahnya
mencoba membasahi tenggorokannya yang kering, saat mendengar suara Dewa yang seperti bisikan, nafas Dewa membelai lembut anak rambut di pelipis Raine.
“Sorry,”
Bibir Raine bergetar, hanya
kata itu yang bisa dia katakan. Dewa yang menyadari getaran halus dari bibir
Raine, segera melepaskan tangan Raine dari genggamamnya.
“Maaf”
Raine melihat
penyesalan dimata Dewa, namun ada perasaan lain yang menyelimutinya kini,
sesuatu yang sudah lama dilupakannya. Raine memutar tubuhnya dan berlalu dari
pandangan Dewa yang kini menyembunyikan kepalan tangannya di kantong celana
panjangnya, dia hanya bisa memandang kepergian Raine sampai sosoknya menghilang
di tikungan menuju tangga naik lantai 3.
***
Sejak kejadian
diperpuskaan itu, Raine sering mimpi buruk, dimimpinya dia melihat seorang
gadis kecil yang begitu riang bermain rumah-rumahan dengan seorang anak cowok,
tapi Raine tidak tahu siapa cowok itu, yang dia kenali hanya anak kecil yang
memakai gaun pink itu adalah dirinya, karena dia pernah melihat wajah anak
kecil itu di foto album keluarga, sampai kelas 1 SMP mereka masih bermain
bersama dan sekolah disekolah yang sama, kelihatannya mereka begitu gembira
bermain di mimpi Raine, tapi ada sesuatu yang menyesakkan dadanya, dan dia tidak
ingin melihat hal tersebut, tidak ingin mengingat hal itu, maka Raine terbangun
dari tidurnya, saat terbangun keringat dingin sudah membasahi kasurnya,
nafasnya memburu seperti habis berlari, tenggorokannya terasa kering, dan dia
butuh segelas air untuk membasahi tenggorokannya, maka diputuskannya untuk
bangun dari tempat tidur menuju dapur, membuka kulkas dan meminum langsung dari
botol air mineral 250ml.
“Tumben udah bangun dek
?”
Reizha abang Raine yang
biasa bangun pagi menegur Raine yang masih minum.
“Emang, jam berapa
sekarang?”
“Jam 5, fuuaahhh”
Reizha menguap dan
menyambar air mineral yang adiknya pegang untuk diminumnya sendiri. Disela aktivitas minumnya Reizha
melirik ke arah adiknya dengan pandangan menyelidik karena tidak ada ocehan dari bibir mungilnya dan dia masih saja berdiri ditempatnya dengan tatapan kosong.
“Nightmare?”
Raine menganggukkan
kepalanya, Reizha mengacak rambut adiknya yang panjang. Raine tersenyum
mendapat perhatian dari abangnya itu.
“Masuk jam berapa bang
?”
“Jam 8, tapi mau
nganterin Juni ke kampusnya jam 06.30”
Raine tersenyum
mendengar perkataan abangnya itu, keinginannya untuk menyindir abangnya ditahan
olehnya, karena ibunya sudah menghampiri kedua anaknya yang berbicara dalam
gelap, ibu menyalakan lampu dapur dan tersenyum melihat Raine yang sudah
bangun.
“Anak ibu tumben bangun
pagi.”
Kata ibu sambil mencium
pipi anak gadisnya itu, Raine tersenyum, Reizha ikut mencium pipi ibunya yang
masih terlihat cantik di usianya yang tidak muda lagi.
“Kamu mau kemana
pagi-pagi udah bangun?”
“Mau nganterin Juni
bu.”
Reizha menjitak kepala
adiknya yang menjawab pertanyaan ibu untuknya itu, dan dibalas cubitan ringan
di lengan abangnya oleh ibu, Raine memanyunkan bibirnya kearah abangnya,
sebelum Raine mengejek abangnya, ibu langsung memberi komando yang tidak bisa
dibantah oleh kedua anaknya itu, saat melihat kedua harta berharganya itu jalan
menuju kamar masing-masing untuk mengambil keperluan untuk mandi, ibu tersenyum
bahagia.
“Pada mandi sana.”
***
Raine kembali melamun
di kursinya sampai kedua orang itu datang kekelasnya dan membuat ribut
cewek-cewek dikelas.
“Pagi cantik...”
Raine memandang kearah
Bagus yang sejak tadi tersenyum padanya penuh arti, dan seorang lagi, Dewa,
yang merasa risih berada di keramaian, Raine melirik kiri-kanannya, banyak
teman-temannya bukan hanya perempuan tapi yang cowok juga ikut-ikutan
berbisik-bisik melihat kedua cowok itu berada di kelasnya. Setidaknya Raine
sedikit mengerti kenapa Dewa merasa risih ada dikelasnya.
“Ada apa?” Tanya Raine
galak, Bagus menelan ludah, Dewa tersenyum kecil.
“Lo aja yang bilang Wa.”
Bagus memandang melas
kearah Dewa, Dewa tetap dengan gaya coolnya, Bagus mulai menarik-narik seragam
Dewa.
“Apaan sih?” Dewa
memukul tangan Bagus yang sejak tadi masih mencoba menarik-narik baju seragam
Dewa, akhirnya Dewa mengalah dan maju kedepan menggantikan posisi Bagus.
“Best...” Bagus
berdeham memberikan intrupsi kepada Dewa, Dewa melirik tidak suka kearah Bagus yang di balas dengan cengirannya.
“..Maksud gue kesini, Bagus dan gue, kita berdua, mau kerumah lo hari ini, belajar kelompok.”
“..Maksud gue kesini, Bagus dan gue, kita berdua, mau kerumah lo hari ini, belajar kelompok.”
Raine memandang aneh
kearah dua makhluk yang ada didepannya ini, Bagus terlihat sangat bersemangat
sedangkan Dewa terlihat sangat terpaksa bicara seperti itu kepadanya. Raine
memangku kepalanya dengan sebelah tangannya melihat keajaiban yang kedua orang
didepannya buat sejak tadi.
“Kalian kayak anak
kembar laen bapak, laen ibu dah.”
Celetukan Raine membuat
orang-orang disekitarnya cekikikan, Raine
tersenyum kecil melihat reaksi yang ditimbulkan oleh perkataannya terlebih ke
kedua makhluk itu yang sekarang sedang lirik-lirikan
tidak percaya dengan pendengaran mereka saat ini. Raine mengetik kata-kata di
handphonenya dan mengirim pesan singkat.
Delevery
sucssed
Bagus memeriksa
handphonenya yang bergetar, tanda ada sms masuk, Bagus mengernyitkan keningnya
membaca pengirim pesan singkat itu, tapi di bacanya juga.
x-lian
be2 sumpah super aneh.!
dtg
ajja, nnt lngsng ajja k’rmh.
20-12-2000
06:52:55
089910999999
Bagus tersenyum melihat
handphonenya dan beralih memandang Raine dengan senyum yang sama, Raine
membalas senyum tersebut dengan senyum yang sama juga.
“Oke kalau begitu, ayo balik
Wa.”
Bagus merangkul leher
temannya yang tampak bingung dengan perubahan sikap Bagus, tapi mengikuti
langkah temannya itu untuk segera pergi dari kelas tersebut, Raine melambaikan
tangannya mengiringi kepergian kedua makhluk ajaib yang membuat heboh kelasnya,
setelah mereka berdua pergi meninggalkan kelasnya, sekarang giliran
teman-temannya mengerumuni Raine untuk mencari tahu apa yang mereka bicarakan,
kebanyakan dari mereka adalah teman-teman ceweknya yang tidak terlalu dekat
dengannya.
“Mereka siapa lo Re ?”
ini pertanyaan dari teman dekatnya Raine yang ingin tahu segala kehidupan
pribadi Raine.
“Mereka kan BBFnya
kelas 3-5” udah pasti ini pernyataan dari penggemar mereka atau lebih tepatnya
tukang gosip yang selalu tahu gosip seantero sekolah.
“Kok bisa sih kenal
sama lo?” nah, yang ini kebanyakan pertanyaan dari cewek-cewek yang ‘iri’
hehehhee..
“Iiihh.. gue serius iri
sama lo Re, bisa kenal sama BBFnya kelas sebelah.” Kali ini Raine bengong
mendengar salah satu teman cowok nya berkata dengan suara manja yang dibuat-buat dan ternyata ngefans juga sama kedua makhluk
ajaib itu.
Bel tanda pelajaran
dimulai berdering dan Bu Firda, guru pelajaran Biologi memasuki ruangan,
menyelamatkan Raine dari kerumunan teman-temannya yang membuat dadanya sesak
dengan serbuan pertanyaan tanpa memberi kesempatan Raine untuk menjawab
pertanyaan mereka. Raine menyunggingkan senyum terima kasih kearah bu Firda.
“Oke ladies and
gentleman, now open your homework last week.”
Raine mengambil buku biologinya, bu Firda memang
lebih suka memulai kelas dengan menggunakan bahasa Inggris dari pada bahasa
Indonesia alasannya sederhana, bu Firda menginginkan anak muridnya terbiasa
mendengar dan berbahasa Inggris dikelasnya, karena perdagangan global sudah
dimulai dan kita harus bersiap-siap menguasai bahasa Inggris itu sendiri, sempet juga ditanya ‘kenapa ibu gak jadi guru bahasa Inggris aja?’ tapi
yang ditanya hanya tersenyum tanpa menjawab pertanyaan tersebut.
***
Pukul 14.00
Raine memandang kedua
makhluk ajaib yang kini berada didepannya sedang duduk di atas karpet gajebo
halaman belakang rumahnya, Bagus berguling-guling sambil membaca buku bahasa
Inggris, Dewa memeluk bantal sofa, menggigit ujung pensilnya mencoba memecahkan
soal di buku bahasa Inggris seperti memecahkan rumus rumit Matematika, Dewa membolak-balik kamus yang disediakan Raine lalu
kembali menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Raine menaruh minuman di depan mereka dan
cookies.
“Udah selesai?”
Bagus dan Dewa
memandang Raine bersamaan dengan ekspresi yang sama juga, seperti mengatakan 'tolong, guw gak paham' Raine tersenyum manis
memandang ekspresi unik mereka yang hampir sama, Raine bersiap dan duduk didepan mereka memeriksa
pekerjaan rumah itu dan memberi tahu jawaban dari soal tersebut.
30 menit kemudian.
Bagus merenggangkan
tangannya yang terasa kaku, Dewa mulai sibuk membuat sketsa di pinggir kolam renang, sekarang di
gajebo hanya ada Bagus dan Raine, Raine memperhatikan Dewa sesaat, tertarik
dengan apa yang dikerjakan cowok cantik itu, tapi yang lebih membuatnya
tertarik adalah kulit cowok itu yang bersinar putih seperti salju dan merah
seperti darah, tertimpa sinar matahari membuatnya semakin menyerupai snow
white. Raine kembali melihat Bagus yang kini sedang memakan cookies.
“Kalian berdua beneran
pacaran ya?”
Bagus tersedak cookies mendengar pertanyaan tiba-tiba
dari mulut mungil Raine, Raine memberikan segelas minuman untuk diminum Bagus
dan menepuk-nepuk punggung cowok itu, merasa khawatir karena batuknya tidak
juga berhenti.
“Da.. Uhuk.. dari mana
lo.. ehem.. punya ide gila kayak gitu? Uhuk.. ehem..”
Raine duduk kembali
keposisinya semula, mengambil cookies
dan memandang Bagus serius.
“Kan lo sendiri yang
bilang waktu itu.”
Bagus memandang Raine
yang kini sedang memakan cookies,
Bagus kembali minum sebelum menjawab pertanyaan Raine, tapi dia enggan menjawab
pertanyaan gadis manis itu.
“Gu...”
“Hai..”
Juni datang menghampiri
gajebo, duduk disana dan mengambil cookies,
wajahnya berseri-seri memandang Raine yang merasa sedikit terganggu dengan
kedatangan cewek cantik itu, Bagus terkesima memandang kecantikan cewek yang
baru saja datang itu sampai dia lupa dengan pertanyaan Raine.
“Kalian lagi belajar
ya?”
Raine menggelengkan
kepalanya, Bagus sudah tidak sabar ingin menjawab pertanyaan Juni.
“Iya, tadi”
Raine bergidik ngeri mendengar suara Bagus yang sengaja dilembutkan saat mengatakan hal itu.
“Ouwh.. Cuma berdua aja
nih?”
“Enggak kok, ada satu
lagi tuh di sana.”
Raine menunjuk kearah
Dewa yang sedang menggambar sketsa, tapi Raine tidak dapat melihat sosoknya
lagi disana.
“Lho, tadi dia ada
disana.” Raine menggigit jari telunjuknya.
“Nyari gue?”
Raine memandang wajah
senyum Dewa yang kini berada didepan mereka. Raine jadi ikut tersenyum lega
melihat wajah itu masih ada.
“Jun, kenalin ini Dewa.
Dewa ini Juni.”
Kata Raine
memperkenalkan mereka, Juni dan Dewa saling berjabat tangan dan melempar senyum
sopan.
“Raine, gue kesana dulu
deh ya.”
“Mau kemana Jun?”
Juni hanya tersenyum
mendengar pertanyaan Bagus dan berlalu dari tempat mereka, sedangkan Bagus yang
merasa kehilangan ditinggal gadis cantik itu bersenandung.
“Ya Tuhan. Terima kasih
Engkau menciptakan makhluk seindah dan secantik itu. Subhanallah.”
Dewa masih memandang
kepergian Juni dalam diam, Raine yang menyadari hal tersebut menyembunyikan
perasaan sesak yang tiba-tiba menggelayut di relung hatinya.
***
31 Desember 2000
Pukul 17.30
Raine membuka pintu rumahnya
dan kaget melihat Dewa ada di depan pintu rumahnya sedang tersenyum.
“Ngapain lo kesini?”
“Ngajak lo jalan.”
Raine merasa tidak
percaya dengan pendengarannya saat ini, seorang Dewa mengajaknya jalan dimalam
tahun baru. Sungguh sulit dipercaya, tapi dia ingat satu hal, hari Sabtu Minggu
lalu dia dan teman-temannya pernah mengobrol tentang rencana malam tahun baru
dikantin sekolah.
Flashback
”Rencana lo apa Re?”
“Gak tau, tapi pengen
deh sekali-kali jalan-jalan. Enaknya yang punya pacar.”
“Makanya punya pacar
Re.”
“Hehehehee..”
Raine kembali melihat
Dewa yang masih tersenyum didepannya, Raine sibuk dengan fikirannya sendiri.
Apa dia denger perkataannya? Apa dia tahu dari orang lain? Apa dia..
“Hoi.. mandi sana.!”
Raine kembali terseret ke dunia
nyata saat mendengar suara Dewa yang memanggil namanya, dia kemudian mempersilahkan Dewa masuk walau bingung tapi dia langsung pergi
kekamarnya untuk mandi dan berganti pakaian. Setelah selesai berbenah diri, dia
melihat Dewa dan Juni sedang tertawa di ruang tamu, Raine melangkah ragu kearah
mereka.
“Aa.. itu Raine.”
Juni berdiri dan
menghampiri Raine, dan mendorong punggung Raine lembut untuk duduk disamping
Dewa, Raine tersenyum kecil kearah Juni.
“Kalian mau jalan
kemana?”
Belum sempat menjawab
pertanyaan Juni, ibu menghampiri mereka dan menyuguhkan es jeruk di meja tamu,
tersenyum lembut kepada putrinya yang sudah terlihat rapih siap berangkat
pergi.
“Diminum dulu nak Dewa,
berangkatnya nanti aja ya. Abis maghrib.”
“Iya tante.”
Dewa mengangguk tanda
setuju dengan ucapan ibu, Raine masih tidak percaya dengan cowok yang sekarang
ada disampingnya itu, Juni diam-diam menjauh dari ruang tamu, memberikan
sedikit ruang untuk mereka berdua. Raine masih memandang aneh kearah Dewa.
“Kalo ada yang mau
ditanya, bilang aja.”
Raine menggigit
bibirnya, karena Dewa berhasil menebak apa yang sedang difikirkannya saat
ini.
“Lo tuh kok aneh sih
hari ini.?”
Dewa tersenyum senang, tebakannya kini tidak meleset, dipandanginya gadis disampingnya itu, matanya kini beradu dengan mata gadis yang selalu ingin tahu tentang berbagai hal.
“Lo kesini sebenernya mau ngajak Juni kan?”
Dewa masih memandangi
bola mata coklat gelap yang kini memancarkan sinar kecewa dan menyelidik maksud dan tujuannya, walau dia mencoba
menahan perasaannya saat ini dan berusaha sebisanya untuk bertindak biasa saja,
tapi Dewa tahu apa yang sedang difikirkan oleh gadis tersebut, menurutnya gadis
yang ada didepannya itu seperti buku yang terbuka hingga sangat mudah dibaca olehnya.
“Berangkat yuk.”
Dewa menarik tangan
Raine untuk segera bangun dari tempat duduknya yang nyaman. Dewa berpamitan
dengan ibu dan ayah Raine yang sedang bercanda sambil mencuci piring di dapur.
Juga kepada Juni yang sedang berjalan menuju ruang keluarga sambil membaca
majalah dan di mulutnya terdapat roti yang diolesi mentega seadanya.
Dewa membukakan pintu mobil untuk Raine, lalu menyalakan mobilnya menuju jalan raya. Sepanjang perjalanan entah menuju kemana, Raine terus saja memandang supir dadakan yang ditemuinya hari ini, merasa aneh dengan keadaan seperti ini. Mobil sport buatan tahun 1999 masih melaju di jalan raya Jakarta yang padat merayap dengan tenang.
***
Monumen Nasional
Raine memandang puncak
Monas yang bersinar keemasan, salah satu ciri khas Jakarta, kata orang kalau
belum pernah ke Monas berarti belum ke Jakarta. Dewa menyerahkan sebungkus
kacang rebus untuk cemilan mereka.
Raine menerimanya sambil tertawa kecil.
“Kenapa?”
Raine yang mulai memakan kacang rebus itu, memandang Dewa lalu kembali melihat keindahan puncak Monas.
“Gak apa-apa. Cuma lucu aja.”
“Apanya yang lucu?”
“Mmmmm..” Raine menatap
wajah Dewa yang penasaran, Raine pun kembali tersenyum kepada cowok cantik itu.
“...Elo.! Hehehehheee..” Raine memakan kacang rebusnya lagi, Dewa mengernyitkan
keningnya, masih belum mengerti dengan ucapan Raine.
“Maksud lo?”
Raine berhenti
mengunyah kacang rebusnya, memandang Dewa dengan senyum lembut dan mencoba
menelan kacang rebus yang sudah terlanjur dikunyahnya itu sebelum menjawab
pertanyaan Dewa.
“Kenapa lo ngasih ini ke gue?”
Raine bertanya dengan
sedikit penasaran dengan isi dari buku sketsa tersebut, maka dibukanya lembar
demi lembar buku tersebut, dan terpesona memandang komposisi warna serta alur
cerita tanpa satu pun kata didalamnya, namun lalu dia tertegun melihat gambar
terakhir dari buku sketsa tersebut, peri itu kini lebih dapat dilihat dengan
jelas wajah dan tiap ekspresi yang dihasilkan oleh tangan cowok cantik
tersebut, ekspresi peri itu lebih lembut dengan bola matanya yang coklat gelap
penuh rasa ingin tahu, senyumnya lembut dengan giginya yang putih, kulitnya cantik
dan bersih, mahkota bunga matahari terbalut indah dikepalanya yang mungil,
rambutnya yang hitam bergelombang dibiarkan bebas diterpa angin.
“Cantik.”
Dewa melebarkan
senyumnya tanpa memalingkan matanya dari wajah Raine, Raine menatap Dewa untuk
bertanya, namun, suara dan senyumnya langsung menghilang saat melihat wajah
cowok itu. Wajahnya diterpa cahaya lampu malam itu, angin lembut perlahan
menyapa rambut cowok itu yang sudah sedikit panjang.
“Cantik.”
“hmm?”
Dewa menaikkan sebelah alisnya. Raine langsung mengerjapkan matanya dan menunjuk-nunjukkan jarinya kearah gambar peri hutan tersebut.
“Cantik.!”
Kata Raine gugup. Dewa tertawa kecil melihat tingkah laku Raine hari ini yang juga tidak biasa.
“Iya cantik.”
Senyum Dewa membuat jantung Raine melompat-lompat senang, dan kalimat Dewa tersebut lebih untuk Raine malam ini. Dipandanginya lagi wajah gadis manis itu, yang kini kembali memfokuskan matanya kearah gambar peri itu lagi dan sekarang Raine merasa kaget dengan ekspresi sedih yang juga tersirat di mata peri tersebut.
“Wo..”
“Kenapa?”
“Ekspresinya berubah.
Keren”
Dewa hanya tersenyum melihat ekspresi Raine.
“Kok bisa?”
Dewa menaikkan kedua pundaknya, Raine kembali memandangi gambar tersebut, merasa tidak yakin dengan suara yang berbisik dihatinya, dia kembali melihat halaman-halaman sebelumnya lalu kembali lagi kegambar terakhir, kemudian dia menggigit jari tangannya lalu menggelengkan kepalanya.
“Kenapa?”
Raine menatap Dewa yang tersenyum jenaka kearahnya, lalu kembali melihat gambar sang peri, dan kembali lagi menatap wajah Dewa.
“Lo gak ngegambar diri lo sendiri kan?”
Dewa tidak bisa menahan tawanya mendengar pertanyaan Raine, sedangkan Raine merasa bingung dengan tingkah Dewa.
“Hahaha.. bukan lah..” Dewa mengusap air mata yang keluar dari matanya.
“Kalau begitu, gak
mungkin Juni kan.”
Dewa kembali tertawa mendengar pernyataan Raine kepadanya.
“Hoi, kok malah ketawa sih?”
Raine cemberut, Dewa mencoba menghentikan tawanya dan meminta maaf kepada gadis manis yang sedang merajuk manja.
“Lo gak pernah ngaca ya?”
“Apa?”
Rasa marah yang ingin Raine luapkan kepada Dewa tertahan karena kembang api pergantian tahun sudah terlihat dilangit kota malam ini. Mata Raine langsung menatap tiap kembang api yang bertebaran dimalam pergantian tahun.
“Huuwaa.. kembang api..”
Disekeliling mereka
kini sudah banyak orang yang berkerubung untuk melihat kembang api pergantian
tahun, Dewa ikut menatap langit malam yang cerah bertabur warna-warni kembang
api berbagai variasi.
“Sejak kapan lo merhatiin gue?”
Dewa melirik gadis
manis disampingnya yang masih memandang langit, namun tanpa senyum ceria,
wajahnya berubah sendu, Dewa menghela nafas berat, pandangannya kembali menatap
langit Jakarta.
“Sejak pindah sekolah, gue langsung ngenalin lo.”
Raine menatap Dewa
berhati-hati, sekilas bayangan kisah masa lalu berkejaran diotaknya, tapi Raine
tidak ingin mengingatnya. Dewa menarik nafas berat dan menghembuskannya
perlahan, mereka terdiam.
***
Gadis kecil berpakaian pesta berwarna pink itu adalah Raine dan anak kecil yang memakai jas hitam itu Dewa anak teman kantor ayah yang sudah dekat dengan keluarga mereka, dan seorang lagi, gadis kecil yang lebih tua satu tahun memakai gaun berwarna ungu muda, mereka baru saja merayakan pesta ulang tahun Raine yang ke-7 lalu bermain dihalaman rumah, tampak riang dan sangat bahagia, tapi gadis kecil bergaun ungu lebih suka duduk dipangkuan ayahnya dan memamerkan pita barunya yang cantik bertengger dirambut kuncir duanya.
Sampai pada kelas 1 SMP
Hari terakhir ujian sekolah semester 1
Dewa memegang tangan
Raine yang bergetar saat namanya dipanggil keruang kepala sekolah dan
mengetahui ibunya berada dirumah sakit karena terjatuh di kamar mandi. Dewa menemani
Raine sampai di rumah sakit dan terus menemani gadis itu sampai ayahnya datang,
dan Dewa tidak sempat mengatakan kepada Raine bahwa dia akan ikut ibunya ke
Jerman, sedangkan kakak perempuannya lebih memilih ikut ayahnya ke Bandung.
Raine tidak masuk sekolah selama beberapa hari kerena menemani ibunya dirumah sakit, dan saat kembali kesekolah dia mendapat kabar Dewa sudah pergi ke luar negeri dari teman-temannya tanpa berpamitan padanya, dan itu membuat syoknya bertambah, hingga dia tidak ingin mengingat hari itu sedikitpun.
***
“Maaf” Ucap Dewa
Raine menangis dalam
diam, Dewa menggenggam tangan Raine erat seakan tidak ingin melepaskannya lagi
seperti waktu dulu.
Di malam pergantian tahun itu hati mereka masing-masing membuat janji dan hanya mereka sendiri yang tahu, Raine menghapus air matanya, dan mnyunggingkan senyum manisnya kepada Dewa, membalas genggaman tangan Dewa dan berkata.
“Terima kasih”
Dewa tersenyum, malam
ini dia dapat melihat senyum ‘little fairy’nya dari dekat lagi, Raine, Raine
merebahkan kepalanya dipundak Dewa, bersama mereka menikmati malam pergantian
tahun, kembang api, dan kacang rebus, juga kenangan masa lalu yang berkejaran
diingatan mereka.
Jam ditangan Dewa berubah warna menjadi warna merah, menunjukkan waktu saat itu.
Pukul 00.01
1 Januari 2001.
“Selamat datang.!”
-selesai-