Hari ini bagitu dingin,
Tubuhku pun mulai menggigil,
Apa disini tidak ada orang?
Hujan..
Aku benci hujan..
“Hei! Kau baik-baik saja?”
Seseorang menyapaku, tubuhnya tinggi mungkin 180 cm,
tapi dia terlalu kurus untuk ukuran tingginya.
“Kok bengong? Masuk..”
Apa yang ku
lakukan?
Melangkah masuk kerumah orang yang tidak aku kenal,
aku ini apa?
“Nih handuk. Ini baju gantinya, maaf ya cuma ini
ukuran yang paling kecil, kamar mandinya disebelah sana.”
Laki-laki itu menunjuk sebuah kamar, tanpa bicara
aku masuk kekamar itu.
“Mandi sekalian biar ‘gak masuk angin.”
Aku diam, memandang sekeliling ruangan itu, sempit, aku
tidak suka ruangan sempit, tapi ada shower, wastafel, ah.. aku bisa melihat
bayanganku sendiri dicermin.
Wajah lusuh itu, adalah wajah ku?
Tok..tok..tok..
Suara ketukan dipintu menyadarkanku dari lamunan.
Dengan sedikit ragu aku membuka pintu itu sedikit.
“Nih shampo.”
Aku menerimanya tanpa mengucapkan apapun.
***
“Hoaamm.. brrr dingin..”
“Kanya, duluan ya.. hati-hati pulangnya, nanti ada
yang ngikutin. Hahahaha”
“Berisik.”
Malam itu memang dingin sekali, hujan masih saja
mengguyur kota Jakarta yang tak pernah tidur ini sudah pukul 00.05. café tempat
aku bekerja memang tidak terlalu ramai seperti biasanya hari ini kami lebih
banyak mengobrol tentang apapun, terakhir cerita horror. Konon katanya dijalan
menuju rumah ku pernah ada seorang gadis yang mati karena diperkosa lalu
mayatnya dibuang ke selokan, tragisnya, sampai kini arwahnya masih suka
bergentayangan di daerah sana. Hari ini aku terpaksa menerobos hujan karena
lupa bawa payung, lagipula tempat tinggalku tidak jauh dari sini.
Sampai saat aku melewati jalan yang disebut oleh
temanku, jarak sekitar 100 meter aku melihat seorang gadis sedang jongkok entah
menunggu siapa, rambut panjangnya diguyur hujan, dan dia tidak juga bergerak
dari tempatnya, pakaiannya sangat lusuh, pikiran horror itu melintas tiba-tiba
tanpa permisi. Kuperhatikan baik-baik kakinya. Ah, napak kok tuh ketanah.
Kuperhatikan lagi raut wajahnya, hmm, ‘gak keliatan euy. Aku mencoba
mengacuhkan gadis itu, kulewati dia begitu saja.
2 langkah,
3 langkah,
Arrgghh.
Aku berbalik
dan ku pandangi lagi gadis itu, ‘gak tega euy.
“Hei! Kau baik-baik saja?”
Gadis itu menatapku dengan tatapan kosong sesaat,
wajahnya sudah pucat, aku sempat menelan ludah melihat wajah pucat itu, tapi
lalu ada bayangan wajahku dibola matanya yang hitam kelam seperti langit malam,
dia seperti ingin menangis. Tanpa berkata apapun gadis itu ikut kerumahku yang
sederhana.
Siapa gadis itu?
Saat ini aku belum tahu pasti.
***
“Hei.! Kamu bisa dengar? Tapi ‘gak bisa ngomong?”
Gadis itu masih saja diam, duduk dimeja makan dan
diam tidak juga menyentuh makanannya.
Kanya memberikan sendok, dekat ketangannya.
“Makan, nanti kamu sakit.”
Gadis itu tetap diam, Kanya sudah memakan suapan
pertamanya, saat memulai suapan kedua dan melihat gadis itu tidak juga
menyentuh makanannya dia kembali berkata.
“’gak diracunin kok, tenang aja.”
Gadis itu menatap lugu kearah Kanya, tidak tertawa
oleh candaan Kanya juga tidak tersenyum, senyum Kanya pun memudar melihat
ekspresi si gadis yang datar kayak kolam renang di apartemen sebelah.
Sampai-sampai Kanya mencoba mengevaluasi
makanan yang ada sederhana didepannya, emang cuma nasi warteg didepan gang
deket rumah, pake telor dadar seadanya dan tempe orek secukupnya, tapi enak kok,
udah dingin sih tapi cukup mengenyangkan dan pas buat kantongnya saat ini yang
pas-pasan. Lagipula mana ada lagi warung yang buka jam segini? Satu-satu nya,
the one and only cuma warteg Bahagia depan gang rumah yang begitu setia buka 24
jam dengan harga yang bersahabat.
“Makasih.”
Gadis itu mengambil sendoknya dan mulai memakan
makanannya.
Nyes..
Rasanya seperti aer ujan mendengar suara gadis itu
dan melihat nya makan tanpa memandang lagi kearah Kanya.
Segala evaluasi atau apapun itu hilang seketika, Kanya
pun mulai melanjutkan suapan berikutnya untuk mengatasi kegaduhan diperutnya.
“Nih, selimut sama bantalnya. Kamu tidur di sofa itu
aja ya. Sorry nih, bukannya mau gak sopan, tapi kamar gue itu tempat private
gue. Hehe.. nite yo.”
Kanya langsung pergi kekamarnya dan meninggalkan
gadis itu sendiri, gadis itu melihat sofa yang cukup untuk badannya yang mungil
untuk tempatnya tidur, dia duduk disana, rasa lelah mengalahkannya dan dia
mulai tertidur lelap, tanpa mimpi, setidaknya hari ini dia bisa tertidur.
Pukul 04.00 dini hari
Kanya melirik keruang tamu, dilihatnya gadis itu
tertidur dengan pulasnya, selimut yang diberikan Kanya hanya dipeluk erat oleh
gadis itu, Kanya pun mengambil lagi selimut yang ada dikamarnya dan menghampiri
si gadis, lalu menyelimuti lagi tubuhnya yang mungil.
“Hmm, kecil, cantik, kamu ngapain ada ditengah jalan
itu hah? Nama kamu..?”
Kanya bergumam sambil tersenyum, mengusap rambut si
gadis lalu pergi kekamar mandi untuk mengambil air wudhu.
***
Pukul 10.00 pagi Kanya terbangun oleh suara berisik,
seperti ada yang bersih-bersih. Kanya mengernyitkan keningnya dan heran
sendiri, ‘bersih-bersih?’ kan dia tinggal sendiri? ‘gak ada janji juga temannya
pada nginep malam ini.
Kanya menguap dan membuka pintu kamarnya.
“Astagfirullah.”
Kanya memegang jantungnya yang hampir copot, saat
melihat sosok gadis di ruang tamu yang sedang menyapu lantai dan membersihkan
sofa tampat semalam dia tidur.
Gadis itu menghentikan aktivitasnya sesaat untuk
melihat kearah Kanya, untung saat ini dia memakai kaos dan celana pendek saat
membuka pintu kamar.
Gadis itu tersenyum, dan Kanya membatin.
“Subhannallah”
Kanya membalas senyum gadis itu dan kembali
kekamarnya sambil mengusap-usap dadanya.
“Ya Allah, ada bidadari dirumah.”
***
Mereka sarapan lontong sayur di warteg Bahagia.
“Rumah kamu dimana? Nanti pulang kerja biar gue
anter kesana.”
Gadis itu diam, jeda beberapa menit.
“Nama kamu?”
“Alamat?”
“Ada kenalan? Siapa tau gue kenal. Hehe..”
“Nomor telepon rumah?”
“Handphone deh klo ‘gak tau telepon rumah.”
“Nama kamu siapa sih?”
“Nama orang tua?”
“Bapak..”
“Ibu..”
“Kakak..”
“Abang..”
“Sepupu mungkin?”
Semua pertanyaan yang diajukan oleh Kanya selalu
berjeda sekitar 2 sampai 3 menit dan tidak ada jawaban dari si gadis.
“Hadeh.. gue kayak ngomong sama tembok.”
Keluh Kanya, si gadis sudah selesai makan dan
memandang kearah Kanya.
“Nama gue Anya.”
Kanya menghentikan makannya dan memandang gadis itu
sedikit ragu dan sedikit takjub, mendengar suara dan juga nama gadis itu.
“Gue Kanya.”
Dan Kanya cepat-cepat menelan makanan yang masih ada
didalam mulutnya.
“Nama gue Kanya.”
Si gadis kembali tersenyum, Kanya mulai berfikir,
ini seperti permainan nasib, atau memang ini sudah takdir? Aahh.. bidadari ini
selendangnya jatoh dimana sih? Kalo ketemu, ‘gak akan gue pulangin dulu deh.
***
Suatu hari di ruang tamu saat itu hujan masih
mengguyur Jakarta, Kanya libur kerja dan si gadis sedang duduk bareng Kanya di
ruang tamu, dengan selimut menutupi kakinya dan mereka tengah asyik menonton
acara televise, entah judul sinetron itu apa tapi Kanya ikut saja menonton
acara tersebut karena Anya serius sekali menyaksikan acara tersebut.
“Serius amet sih nontonnya..”
Celetuk Kanya iseng, Anya memandang Kanya sesaat
lalu kembali fokus ke televisi.
“Hooaamm..”
Kanya menguap, Anya tetap diam.
“Aku benci hujan.”
Kanya mengerjap-ngerjapkan matanya yang berair
akibat menguap tadi, merasa tidak percaya pada
akhirnya mereka bisa
berkomunikasi saat ini.
“Kenapa?”
Tanya Kanya ingin tahu lebih banyak. Anya menghela
nafas berat dan mulai bercerita.
“Karena, hari ini adalah……..”
Kanya tidak terlalu mendengar suara Anya saat dia
sedang bercerita kisahnya, padahal dia sangat ingin mengetahui kisah bidadari
cantik yang nyasar turun kerumahnya.
Tiba-tiba Kanya merasa badannya berat dan nyeri
diseluruh tubuhnya. Kepalanya terasa pusing dan suasana disekitarnya menjadi
gelap lalu putih, Kanya melihat kesekelilingnya sinar matahari yang menerobos
masuk membuat matanya agak sakit, tirai putih, tembok putih, dan.. auw..
seluruh badannya terasa remuk redam.
“Ini surga atau….”
Batin Kanya, seseorang berpakaian serba putih datang
dari arah sebelah kanan dan memeriksa Kanya dengan hati-hati.
“Saya masih hidup?”
Dengan susah payah Kanya bisa mengucapkan pertanyaan
itu ke suster yang ada disampingnya. Suster tersebut hanya tersenyum kearah Kanya, setelah
memeriksa tekanan darah nya si suster pun menjawab pertanyaan Kanya dengan
lembut, tidak lama berselang si suster pergi, dokter pun datang ke kamar Kanya,
disitu ada teman nya yang baru datang menjenguk Kanya di Rumah Sakit.
Menurut cerita dari temannya dan dokter Kanya sudah
koma selama 3 hari, dia terkena tusukan benda tajam di perut, mengalami
pendarahan hebat, namun untungnya tidak terkena bagian yang vital, ada beberapa
memar akibat pukulan benda tumpul, dahinya juga terdapat 5 jahitan. Maka dia
wajib bersyukur bisa sadar saat ini, dan dalam beberapa hari dia sudah bisa
pulang dan perlu beberapa minggu untuk masa penyembuhan, sebelum itu dia juga
akan dimintai beberapa keterangan oleh polisi.
“Keterangan? Apa ya kira-kira?”
“Emang loe ‘gak inget apa Ken kenapa loe bisa kayak
gini?”
Kanya menggernyitkan dahinya, lalu merebahkan diri
lagi sambil berfikir, Randy teman sekerjanya hanya menemani dan makan
buah-buahan dari teman-temannya yang lain.
***
Kanya kembali pulang kerumahnya seperti biasa,
menjalani kehidupannya yang seperti biasa juga, kadang dia bertanya-tanya
apakah itu semua hanya mimpi atau memang kenyataan?
Beberapa luka ditubuhnya sudah mulai membaik, dia
kembali keaktifitasnya yang lama, lalu saat melewati gang tempat dia menemukan
gadis itu dia berhenti sebentar dan mencoba mengingatnya, tiba-tiba kepalanya
terasa sakit, tubuhnya terasa dingin, sedingin malam hujan waktu itu, tapi ada
yang berbeda, dingin itu begitu menyesakkan dadanya,kepalanya makin berat dan
sakitnya makin menjadi hingga dia tidak bisa menahannya lagi dan jatuh pingsan.
***
Malam itu hari hujan tidak juga berhenti, aku baru
pulang dari café selesai mengobrol dengan teman-teman tentang hantu yang
katanya sering muncul didekat gang dekat rumah, yang aku tahu itu hanya hoax
belaka, saat melewati gang yang diceritakan, aku melihat gadis itu, pertamanya
memang sempat kaget karena baru aja cerita horror, ditambah suasana yang masih
gerimis dan dingin membuat bulu kuduk merinding, setelah beberapa lama
diperhatikan ternyata itu memang manusia tulen, wajahnya pucat, tapi masih terlihat
cantik, riasan diwajahnya mulai memudar karena air hujan, entah sudah berapa
lama dia berjongkok seorang diri di tempat itu, tidak ada orang juga, bajunya
yang minim basah terkena air hujan, aku memberikan jaket ku padanya memeluk
pundaknya yang gemetar tapi lalu seseorang menarik pundakku dengan keras dan
tanpa bertanya orang tersebut memukul ku dengan sekuat tenaga sampai terhuyung
aku mencoba menggapai tembok dibelakangku.
Ku pandangi orang yang tadi memukulku, hoo.. cowok
tinggi dengan perawakan arogan, aku masih bisa mencium bau alcohol dari
tubuhnya, lalu kupandangi gadis itu lagi, dia tidak berteriak, dia hanya
membelalakkan matanya kaget, dan terpaku ditempatnya berdiri. Cowok arogan itu
menarik tangan si gadis, gadis itu masih memandangiku dengan tatapan yang
seakan berkata ‘tolong aku’. Aku merebahkan punggungku kedinding lalu berkata
dengan santainya.
“Kayaknya cewek lo ‘gak mau tuh ikut lo. Maksa cewek
kayak gitu bukan gentleman bung.”
Si cowok pun berhenti, dia menatapku garang, lalu
memandang marah kearah si gadis.
“Hoo.. jadi lo udah berani selingkuh didepan gue?”
Gadis itu menggeleng dan menangis, cowok itu
terlihat makin kesal melihat si gadis hanya terdiam dan menangis. Tangan si
cowok itu tiba-tiba sudah ada di pipi si gadis dengan cepatnya, saat dia ingin
menamparnya sekali lagi, aku mencoba menahan tangan cowok itu.
“Sorry bung, lo ‘gak liat apa cewek lo udah
menggigil gitu?”
“Ini bukan urusan lo.!”
BUK..
Cowok itu kembali menonjok perutku, lalu menonjok
kearah mana aja yang dia bisa, aku tidak berdaya, dan hanya mencoba melindungi
kepala dan wajahku, belum siap menerima pukulan membabi-buta dari orang yang
tubuhnya lebih berisi.
Entah bagaimana kejadiannya, si gadis berteriak
histeris dan ada di depan ku, mengcover badan ku dengan tubuhnya, seperti
film-film romantis yang sering tayang di televisi, saat pacarnya diserang maka
pacarnya itu melindungi si pacar dengan tubuhnya, ya seperti itu. Tapi ini
kisahnya berbeda, tubuh si gadis mulai tersungkur jatuh, aku tidak tahu pasti
kenapa, tapi aku coba untuk menahan tubuhnya, lalu kulihat ada pisau tertancap
pas diperut gadis itu.
“Mbak..”
Aku mencoba memanggil si gadis agar tetap terjaga.
“Wah gila lo ya?”
Teriak ku kearah si cowok arogan itu, tapi wajahnya
tidak menunjukkan rasa bersalah sedikit pun, dia malah menarik kerah baju ku
dan melemparku kesamping, orang itu menusukkan sesuatu keperut ku, dan belum
puas dia juga membenturkan kepalaku berkali-kali hingga aku hilang kesadaran
dan gelap.
***
“Kanya..? Kanya?”
Seseorang memanggil
Siapa?
Mata ku berat sekali untuk dibuka.
“Kanya?”
Huuh..
“Kanya?”
“Dokter.. Dokter..”
Ini rumah sakit?
Randy?
Eh, ada dokter..
Suster nya juga ada..
***
Satu minggu telah berlalu..
Pukul 13.05
“Ken, buatin milk shake buat table 11 tuh.”
Hari ini hari pertama Kanya bekerja kembali, setelah
memberikan keterangan singkat ke polisi, Kanya sudah tidak punya urusan lagi
dengan segala mimpi, atau halusinasi yang dialaminya, namun dia masih harus
berobat jalan.
Kanya melirik teman-temannya yang sedang melayani
tamu, hari ini café lumayan ramai pengunjung, hari ini Kanya sedang training di
bar, melihat itu, akhirnya Kanya turun ke floor untuk memberikan minuman table
11.
“Permisi mbak.”
“Makasih”
Seorang gadis dengan luka goresan didahinya, tidak
begitu mencolok tapi terlihat oleh mata Kanya, gadis itu tersenyum lembut
kearah Kanya.
“Hai.”
Spontan Kanya menyapa gadis itu.
Gadis itu menyerahkan koran 4 hari yang lalu kepada
Kanya.
“Terima kasih.”
Katanya lembut, saat Kanya membaca koran itu dan
melihat wajah arogan yang samar-samar dikenalnya sedang digiring oleh polisi ke
mobil polisi dengan wajah tertunduk. Kanya tersenyum dan merasa tak percaya
dengan apa yang terjadi dihidupnya saat ini.
Ini permainan nasib?
Atau memang takdir?
“Kanya.”
Kanya mengulurkan tangannya, dan disambut hangat
oleh gadis cantik itu.
“Anya.”
**selesai**